JAWAISME
Paham hidup dunia Jawa
bermula dari kisah Aji Saka
satria pendeta sungguh mulia
mampu mengalahkan raja durhaka
sang pemangsa daging manusia
raksasa Dewata Cengkar namanya.
Syahdan, awalnya negeri Medangkamulan
penuh diliputi kegelapan dan ketakutan
rakyat hidup sengsara tanpa perlindungan
rakyat hidup resah, gelisah, dan tanpa harapan
setiap saat raja raksasa siap memakan
daging manusia sebagai korban santapan
begitu mencekam dan penuh ancaman.
Suatu saat, pada awal tahun permulaan
datanglah satria pendeta berwajah tampan
mulanya bernama Empu Sangkala dari Hindustan
dengan suka rela datang ke Medangkamulan
menghadap Dewata Cengkar minta dimakan,
tentu raja senang menerima pemuda tampan
bahkan dengan suka ria raja menawarkan
permintaan apa yang sekarang diinginkan
sebelum pemuda itu habis dimakan.
Empu Sangkala memohon sekadar
tanah sejengkal selebar destar
yang harus diukur Dewata Cengkar
dari istana Medangkamulan yang sangar
Empu Sangkala memegang ujung destar
lalu dengan sekuat tenaga yang tegar
ujung destar yang lain ditarik Dewata Cengkar,
tapi aneh destar makin lama makin melebar
hingga Dewata Cengkar terpaksa harus keluar
jauh meninggalkan istananya yang sangar.
Rakyat yang menyaksikan semakin gempar
tentu saja Dewata Cengkar bertambah angkar
tidak mau dipermalukan dengan selembar destar,
segera destar ditarik sekuatnya oleh Dewata Cengkar
secepat kilat pula Empu Sangkala melepaskan destar
hingga raja raksasa Dewata Cengkar terlempar
jatuh masuk ke samudra terseret ombak ke dasar
seketika berubah menjadi buaya putih yang besar.
Rakyat bersorak gegap gempita
Rakyat segera menobatkan Empu Sangkala
menjadi pendeta raja di Jawa yang pertama
lalu berganti nama menjadi Aji Saka
membawa rakyat hidup sejahtera
penuh kedamaian dan bahagia.
Suatu ketika, Aji Saka teringat akan abdinya
yang dahulu ditinggalkan untuk menjaga pusaka
nama abdi yang ditinggalkan itu adalah Sembada,
lalu, segera diutuslah Dora untuk menyusul Sembada
mengambil kembali keris pusaka atas namanya.
Tanpa menunggu lama,
Dora pun menjemput Sembada.
Setelah Dora bertemu Sembada
dan mengungkapkan maksudnya,
Sembada tidak percaya pada Dora,
kalau Gustinya hendak mengambil pusaka.
Saling bersitegang kedua-duanya,
terjadilah perkelahian di antara mereka,
namun, sungguh keduanya saling dikdaya
adu kesaktian hingga berhari-hari lamanya,
mereka benar lupa, kalau mereka bersaudara,
hingga suatu ketika Dora dapat merebut keris pusaka
lalu, keris itu dihunjamkannya ke dada Sembada,
dan Sembada yang berlumur darah terjungkal seketika,
dengan sisa tenaga Sembada mencabut keris pusaka,
kemudian juga menghunjamkannya ke tubuh Dora.
Akhirnya, kedua-duanya tewas bersama
oleh kesaktian keris pusaka majikannya.
Setelah sekian lama Dora dan Sembada,
tidak ada lagi berita atau kabarnya,
apalagi mereka menghadap raja,
Aji Saka tentu teringat akan pesannya,
Sembada tidak mungkin percaya pada Dora,
yang suka berbohong dan tidak dapat dipercaya.
Lalu, Aji Saka datanglah sendiri ke pondoknya
di sana, dijumpainya mayat kedua abdinya yang setia
sementara keris pusaka tergeletak di antara keduanya.
Dengan perasaan haru, sedih, dan iba
mengingat betapa setia kedua abdi kepadanya,
lalu Sang Aji Saka bersabda:
ha na ca ra ka
da ta sa wa la
pa dha ja ya nya
ma ga ba tha nga.
Sejak saat itu juga
sesuai dengan urutan kata-kata
yang disabdakan oleh Sang Aji Saka
terbabarlah susunan aksara Jawa
dan paham hidup orang Jawa,
yaitu Jawaisme namanya,
baik tentang kosmologia,
antroposentris tentang manusia,
maupun ketauhidan Tuhan yang Mahakuasa.
Bekasi, 1 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment