Saturday 16 September 2017

KRITIK HERMENEUTIK SASTRA KENABIAN

Judul Buku     : KRITIK HERMENEUTIK SASTRA KENABIAN
Penulis           : Puji Santosa
Penerbit         : Elmatera, Yogyakarta
Tahun             : 2017
Halaman        : xviii + 454
Ukuran           : 14,5 x 21 cm

Kritik Hermeneutik Sastra Kenabian menyajikan hasil penelitian kritik hermeneutik genre sastra kenabiaan yang ditulis oleh 36 penyair sastrawan Indonesia, antara lain, Sunan Kalidjaga, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Subagio Sastrowardoyo, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail, Abdul Hadi W.M., Sutardji Calzom Bachri, Remy Sylado, Emha Ainun Nadjib, AD Donggo, Asep Sambodja, dan Dorothea Rosa Herliany dengan pendekatan hermeneutik, resepsi sastra, dan intertekstual. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna kehadiran genre sastra kenabian memberi pembelajaran kepada umat manusia tentang:

  1. keagungan atau kebesaran Tuhan yang tidak tertandingi oleh siapa pun yang ada di dunia ini atas karsa dan kuasanya, tiada tara menguasai jagad raya semesta alam seisinya;
  2. kebijaksanaan Tuhan dalam menentukan kodrat dan iradatnya, segala sesuatunya selalu serba maha bijaksana dalam menentukan takdir hidupnya setiap makhluk ciptaan-Nya;
  3. keadilan Tuhan yang sungguh-sungguh mahaadil sesuai dengan buah perbuatan setiap umat, selalu tepat mengenai rasa keadilan itu, yang adilnya tiada tara, seadil-adilnya;
  4. kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas, meliputi alam semesta seisinya; dan
  5. juga menjadi pasemon firman Tuhan yang tidak terucapkan melalui lisan atau sastra yang tidak tertuliskan, disebut sebagai kalam ikhtibar atau kalam maujudiyah yang hanya dapat ditangkap dengan kecerdasan umat yang senantiasa berbakti, atau dengan indra umat yang senantiasa sadar, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu analisis kritik sastra yang tajam dan mendalam serta mampu memberi banyak wawasan tentang nilai-nilai kenabian, meliputi (1) amar ma’ruf, menyuruh berbuat kebajikan atau disebut humanisasi ialah pemanusiaan manusia untuk mengembalikan pada fitrahnya sebagai makhluk sosial budaya; (2) nahi munkar, mencegah kemungkaran atau disebut liberasi ialah pembebasan diri dari segala jeratan yang membelenggu manusia dari sistem sosial budaya yang menindas dan memperbudaknya; dan (3) tu’minu nabillah, beriman kepada Allah atau disebut transendensi ialah keterlampauan dari realitas materi hingga membawanya ke dalam ruang keyakinan, keberimanan kepada Allah dengan haqulyakin. Ketiga hal ini bersifat integral, kesatuan, dan komprehensif, maka tidak dapat dipisah-pisahkan secara atomatis.
Sastra kenabian menempati posisi sentral sebagai wujud nyata kreativitas estetis, transformasi nilai-nilai budaya kegamaan yang diramu dengan budaya Nusantara sebagai wujud nyata gerak budaya, serta reaktualisasi filosofi dan nilai-nilai kearifan menjadi pengukuh pedoman arah kebijaksanaan hidup. Peristiwa kenabian yang dibahas dalam buku ini meliputi:

  1. Penciptaan alam semesta atas karsa dan kuasa Tuhan Yang Maha Esa, tragedi buah khuldi yang menimpa diri Adam dan Hawa di surga sehingga Nabi Adam turun ke dunia menjadi khalifah di bumi;
  2. Keperkasaan Nabi Idris dan Nabi Hud di tengah kaum Kabil dan Aad yang durhaka untuk menegakkan siar ketauhidan Allah;
  3. Peristiwa banjir besar dan ketawakalan Nabi Nuh atas kehilangan anak dan istrinya, senantiasa tetap beriman kepada Allah;
  4. Mujizat unta Nabi Saleh sebagai bukti nyata kerasulan dan kenabiannya;
  5. Juriat jelita kemuliaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam siar ajaran kebenaran yang berasal dari Allah;
  6. Dunia jungkir balik pada zaman Nabi Luth akibat mengumbar nafsu syahwat sesama jenis, berhati-hatilah terhadap hal syahwat;
  7. Berkah mulia Nabi Ishak kepada Nabi Yakub untuk melanjutkan kerasulan dan kenabian;
  8. Sebelas bintang, bulan, dan matahari bersujud kepada Nabi Yusuf atas kebesaran, kekuasaan, keadilan, dan kebijaksanaan Tuhan;
  9. Lautan kesabaran Nabi Ayub atas belbagai musibah yang melanda dirinya, tetap tawakal dan takwa kepada Allah;
  10. Teladan keutamaan Nabi Zulkifli yang sabar dan ramah tamah;
  11. Seruan Nabi Syuaib untuk senantiasa berbuat jujur dan bersyukurlah kepada Allah atas karunia yang dilimpahkannya;
  12. Tongkat ajaib Nabi Musa mampu berubah menjadi ular raksasa dan membelah Laut Merah demi menyelamatkan kaum Bani Israil dari kejaran pasukan Firaun;
  13. Harta yang dapat menenggelamkan Karun dan ketekunan Nabi Harun sebagai penyambung lidah Nabi Musa;
  14. Kemisterian Nabi Khidir, sang guru kesabaran bagaikan tanah yang dinjak-injak tetapi tetap memberikan hasil yang menyejahterakan umat;
  15. Ketapel Nabi Daud yang mampu menakhlukkan Raja Jalut dan kudeta Absalom sebagai kudeta pertama di dunia anak kepada orang tua;
  16. Jin, binatang, dan manusia merupakan balatentara Nabi Sulaiman menakhlukkan Ratu Balqis si penyembah matahari;
  17. Keteguhan iman guru dan murid antara Nabi Ilyas dan Nabi Ilyasa dalam siar Jalan Allah;
  18. Doa mohon ampunan Nabi Yunus dalam perut ikan paus atas dosa dan kilaf meninggalkan kaum Ninawa;
  19. Kebersyahidan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya membela kebenaran dan memerangi kebatilan;
  20. Keajaiban dunia akhirat Nabi Isa yang senantiasa meninggalkan pertanyaan; serta
  21. Teladan kemuliaan dan keutamaan Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul akhir zaman.
Dengan demikian, termasuk guru kesabaran Nabi Khidir, ada 26 nabi yang menjadi teladan menegakkan ketauhidan, menyeru berbuat kebajikan, mencegah berbuatan mungkar dan jahat, serta meneguhkan rasa bakti, iman, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Citra para nabi sebagai teladan utama, pemimpin kemuliaan, penuntun, dan guru sehingga dapat menjadi cahaya keimanan dan kebenaran dalam kehidupan kita sehari-hari di dunia yang termuat dalam puisi Indonesia modern adalah citra yang berwatak mulia, seperti berwatak: (1) siddik, benar tutur kata, jujur dalam perbuatan, (2) amanah, sangat dipercaya, jauh dari watak kecurangan, (3) tabligh, menyampaikan wahyu Tuhan kepada umatnya, dan (4) fathonah, cerdas cendekia, bijak bestari dalam kata dan perilakunya di tengah kehidupan sehingga dapat menjadi sumber cahaya keimanan dan kebenaran dalam menapaki jalan kehidupan. Selain keempat hal itu, setiap nabi dan rasul menunjukkan citaranya sebagai insan yang senantiasa berbakti, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berbakti selalu melaksanakan perintah Tuhan, menyeru di Jalan Benar, berbuat kebajikan, dan berbudi mulia. Beriman hanya semata kepada Allah dengan menghancurkan berhala, mencegah perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan. Bertakwa selalu melaksankan perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Watak yang lainnya, serperti sabar, jujur, tawakal, ridha, dan berbudi pekerti mulia menunjukkan derajat yang tinggi serta beradab dan bermartabat mulia.

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan