Saturday 9 April 2011

NARIMA


NARIMA

Makna sesungguhnya narima
banyak mengarah ke ketenteraman hati kita
bukan orang yang malas enggan bekerja
melainkan orang yang menerima apa pun bagiannya.
Apa yang sudah ada di tangannya,
dikerjakan dengan senang hati jua,
tidak tamak, tidak serakah, dan tidak loba.

Narima yang sesungguhnya:
tidak menginginkan milik orang diluar dirinya,
tidak iri akan keberuntungan orang diluar dirinya,
tetapi orang yang senantiasa bersyukur atas karunia-Nya.

Watak narima adalah suatu harta
yang tiada dapat habis sepanjang masa,
oleh karena barang siapa yang ingin kaya,
upayakanlah di dalam watak narima.

Orang yang sudah dapat narima
tentulah beruntung di dalam segala hidupnya
oleh sebab dia unggul dan senantiasa jaya
atas berubah bergantinya keadaan dunia.

Ketahuilah wahai engkau semua
bahwa kehidupan di dunia
merupakan suatu roda perputaran masa
yang setiap saat berubah berganti tentunya:
apabila engkau tetap dalam panarima
dengan apa pun yang telah dianugerahkan-Nya
engkau senantiasa akan menjadi orang yang paling kaya
di antara para umat manusia.

Apabila kenginanmu tidak terpenuhi jua
tetaplah engkau dalam panarima,
dengan apa yang telah engkau milikinya,
sebab sekalipun tidak terpenuhi semuanya,
bukankah sebagian sudah engkau peroleh atau milikinya?

Hanya watak narimalah, tentunya
yang dapat menutun hatimu menjadi cerah ceria.
Hanya watak narimalah, semestinya
yang mengandung rasa tenang, tentram, dan bahagia.
Hanya watak narimalah, seharusnya
engkau tidak akan merasa:
terombang-ambing perputaran dunia,
timbul-tenggelamnya bahtera kehidupan fana,
yang senantiasa engkau alami dalam setiap harinya.

(Sumber: Sasangka Jati, Buku Tuntunan Hasta Sila, bab Narima)

Bekasi, 9 April 2010

RELA

RELA

Sejatinya yang disebut rela:
kesediaan hati untuk menyerahkan semua miliknya,
wewenang, dan semua buah perbuatannya kepada
Tuhan yang Mahakuasa, dengan tulus ikhlas, lila legawa.
Hal itu menyadari bahwa semuanya berada
di dalam Kekuasaan Tuhan yang Maha Esa,
oleh karenanya, harus dan wajib tiada
sesuatu pun yang membekas di hati kita.

Orang yang mempunyai watak rela
tidak sepantasnya
mengharapkan imbalan jasa atas jerih payahnya,
apalagi jikalau sampai bersusah hatinya,
berkeluh-kesah mengenai semua derita
yang lazimnya disebut sengsara,
penghinaan, fitnah, kehilangan harta benda,
derajat, jabatan, pangkat, kematian, dan sebagainya.

Orang yang berwatak rela
tidak mempunyai keinginan sedikit jua
akan kehormatan dan kemasyhuran dunia,
apalagi rasa iri, dengki, tamak, aniaya, dan loba,
serta tidak suka mencampuri urusan orang diluar dirinya.

Orang yang sudah mempunyai watak rela:
tidak lekat pada segala sesuatu yang bersifat fana,
tidak terbelenggu oleh hal-hal yang bersifat dunia,
tetapi dia juga tidak melalaikan tugas dan kewajibannya.

Jadi, pada inti atau hakikatnya:
apabila engkau ingin mempunyai watak rela,
belajarlah dan biasakanlah dengan tulus ikhlas membantu sesama,
memberi pertolongan jikalau engkau diminta siapa saja,
terutama untuk suatu perbuatan kebajikan, hal-hal utama,
sesuai dengan kemampuan yang ada.

Dengan cara yang demikian itulah Anda,
sedikit demi sedikit, tentunya,
engkau akan sampai pada tataran jua:
tidak dikuasai dan tidak mengusai silau pesona maya dunia.

(Sumber: Sasangka Jati, Buku Tuntunan Hasta Sila, bab Rela)

Bekasi, 9 April 2010

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan