GOLEK WIT GUNG SUSUHING TAPAK ANGIN,
GOLEK TIRTA PAWITRA MAHENING SUCI
Secara harfiah judul tulisan ini
dapat berarti:
mencari jejak sarang angin besar
yang azali
mencari air penghidupan besar
yang tersuci
bagi siapa saja yang berkehendak
kembali
pada asal dan tujuan hidupnya
yang hakiki,
yakni kembali ke Taman Kemuliaan
Abadi.
berguru kepada Begawan Durna
di Sokalima, negeri Hastinapura
sejak anak-anak hingga dewasa.
Bima memohon kepada Guru Durna
adakah sejatinya ilmu yang sempurna
agar hidup manusia semua bahagia
di dunia dan juga di akhirat
nantinya.
Sang Pendeta linuwih pun
memberikan
beberapa petunjuk sebagai
wejangan
dan menemukan ilmu kesempurnaan.
Lalu, pendeta Durna menyuruh
Bima
mencari dan menemukan syarat
pertama
wit gung susuhing tapak angin di rimba raya
atau berada di puncak Gunung
Candramuka.
Tanpa menunggu komando lagi,
apa yang diamanatkan gurunadi
wit gung susuhing tapak angin tadi.
Di Gunung Candramuka
Bima bertemu dua raksasa
Rukmuka dan Rukmakala
wajah seram siap memangsa.
Setelah terjadi perselisihan,
duel pun tidak terhindarkan.
Tanpa banyak perlawanan,
raksasa menemui ajal kematian.
Dua raksasa sirna berganti rupa
jadi Dewa Bayu dan Dewa Indra,
dan Bima pun hormat kepadanya
sebagai tanda bakti kepada
mereka.
Kedua dewa itu mengatakan bahwa
wit gung susuhing tapak angin nyata
tidak berada di Gunung
Candramuka
Bima haruslah kembali ke
Sokalima
kepada Pendeta Durna meminta
penjelasan yang sebenar-benarnya
wit gung susuhing tapak angin di mana.
Sesampainya di padepokan
Sokalima
Sang Pendeta Durna tidak lagi
meminta
wit gung susuhing tapak angin kepada Bima
tetapi carilah tirta pawitra mahening suci saja
dalam dasar samudera minangkalbu berada
Tentu saja Bima pun segera
berangkat mencari
dan menemukan tirta pawitra mahening suci
di dasar samudera minangkalbu yang sejati
tepatnya di mana samudera itu, masih
dicari
sesungguhnya Bima itu juga tidak
mengerti.
Sesampainya Bima di tepi suatu
samudera,
was khawatir, ragu-ragu
menghinggapinya.
Akan tetapi, hal itu hanyalah
sesaat saja,
tekad Bima pun bulat dan penuh
percaya,
tanpa pikir panjang pertimbangan
apa-apa,
Bima pun langsung terjun ke
suatu samudera.
Bima tergulung ombak ke tengah
samudera,
tiba-tiba muncul ular naga
berkepala tiga,
dan lalu Bima berperang dengan
ular naga,
akhirnya ular naga mati, musnah
seketika,
di tengah alunan ombak
manembahlah Bima
sampai heneng hening, antara ada dan tiada.
Sesungguhnya makna ular naga
berkepala tiga
lambang angan-angan yang
dimiliki manusia ,
sejatinya angan-angan itu bersifat
tiga juga,
Pangerti atau akal budi, Nalar,
dan ada Cipta,
disebut Kemayan, Prabawa, dan
Pangaribawa.
Mati atau musnahnya ular naga
berkepala tiga
melambangkan angan-angan yang
bersifat tiga
telah dapat “terselam dalam
keheningan” dunia
Setelah ketiganya “terselam
dalam keheningan” dunia,
barulah Bima menerima Wahyu
Tuhan Yang Maha Esa
yang terdengar “jelas dan
nyaring di dalam ruasnya rasa”.
Ketahuilah olehmu Bima, apa yang
disebut Ilmu Sejati
adalah Petunjuk yang sungguh nyata
berasal dari Ilahi,
yakni petunjuk yang menunjukkan
Jalan Benar hakiki,
ialah Jalan yang sampai pada
asal dan tujuan hidup ini.
Pokok ilmu yang tersimpan dalam
Ilmu Sejati, namanya
makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
berada pada jagat raya,
disebut Hastha Sila ialah Panembah
Batin Delapan Perkara.
Hastha Sila terdiri atas dua
perkara: Tri Sila dan Panca Sila.
Tri Sila itu Panembahnya Hati
dan Cipta ada tiga perkara
semata-mata ditujukan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa.
Tri Sila berwujud kesanggupan
besar yang setiap harinya
sangat amat perlu dilaksanakan oleh
semua umat di dunia
yaitu manusia harus senantiasa Sadar,
Percaya, dan Takwa
hanya kepada Tuhan yang mengusai
semesta alam seisinya.
Agar sempurna melaksanakan
kesanggupan besar trisila
manusia wajib hukumnya untuk
berusaha sekuat tenaga,
dengan tanpa mengenal putus asa
dalam setiap harinya
supaya dapat memiliki juga lima
watak utama, Panca Sila,
sebagai suatu perbuatan utama,
kebajikan lima perkara:
Rela, Jujur, Sabar, Narima, dan
Budi Luhur atau Budi Mulia.
Sebagai tangga dapat menuju mencapai
watak Hastha Sila
haruslah berjalan di Jalan
Rahayu, Jalan Keselamatan Jiwa,
disebut juga dengan Panca Darma
Bakti, yaitu lima perkara:
1. Meresapkan Paugeran Tuhan kepada hamba,
2. Melaksanakan Panembah kepada Tuhan Yang
Maha Esa
sebagai tanda berbakti
dan tali kasih kesadaran hamba.
3. Melaksanakan Budi Darma, sarana dapat
menyucikan jiwa,
upaya
membabarkan rasa kasih sayang kepada sesama.
4. Mengendalikan Hawa Nafsu dengan
melakukan tapa brata,
mengekang hawa nafsu
yang menuju ke perbuatan tercela.
5. Berusaha dapat menetapi derajat Budi
Luhur atau Budi Mulia.
Selain itu, semua umat wajib
berikhtiar atau berusaha:
jangan sampai menerjang Larangan
Yang Mahakuasa,
dengan apa yang disebut sebagai
perintah akan Paliwara,
yaitu ada lima hal atau perkara
yang menjadi larangan-Nya:
1. Janganlah engkau menyembah selain
kepada Allah Ta’ala.
2. Berhati-hatilah engkau semua terhadap
hal syahwat manusia.
3. Janganlah kau makan atau mempergunakan
makanan apa saja
yang dapat memudahkan
cepat rusaknya jiwa raga kalian semua.
4. Patuhilah sungguh Undang-undang Negara
dan peraturannya.
Demikianlah ringkasan apa yang
disebut dengan Ilmu Sejati
ialah Ilmu yang menunjukkan asal
mula dan tujuan hidup insani
dan akhirnya Bima dapat bertunggal
dengan Sang Guru Sejati
di pusat wit gung susuhing tapak angin, yakni pusat hati sanubari,
serta berbahagia sekali
menemukan tirta pawitra mahening suci.
Sesungguhnya semua sudah
bertunggal dengan diri Bima sendiri.
Bekasi, 8 Februari 2015
No comments:
Post a Comment