Thursday 12 February 2015

CURIGA MANJING WARANGKA, WARANGKA MANJING CURIGA





CURIGA MANJING WARANGKA,
WARANGKA MANJING CURIGA

Secara harfiah: curiga manjing warangka,
warangka manjing curiga, dapat bermakna:
keris pusaka masuk ke dalam sarungnya,
sarung keris pusaka masuk dalam pusaka.

Pada umumnya dipahami hubungan antara
pemimpin yang bertindak sebagai penguasa
dengan bawahannya, sebagai rakyat jelata,
ada saling memperlakukan di antara mereka
timbal balik sepadan yang senantiasa terjaga
lalu, tidak saling curiga, tetapi saling percaya,
akan hak dan kewajiban yang diperankannya.
 
Tapi dalam filosofis metafisika budaya Jawa
curiga manjing warangka, dapat bermakna
Roh Suci jiwa manusia merasuk ke busana
empat anasir: api, air, tanah, dan suasana
hingga terciptalah kehidupan di jagat raya.
Sementara itu, warangka manjing curiga
bermakna: empat anasir yang jadi busana
kembali ke asal mula dahulu diciptakannya,
dan Roh Suci kembali bertunggal Yang Esa.

Bagi mereka yang menuntut ilmu kusukmaan
dipahami upaya laku bertunggal dengan Tuhan,
keberhasilan bersatunya hamba dengan Tuhan,
Bima masuk ke Dewa Ruci, Sang Kepribadian:
warangka masuk ke dalam kerisnya, diibaratkan
juga katak menyelimuti liangnya, pula disebutkan
sudah meraga sukma atau berbadan kesukmaan.

Laku hamba hendak bertunggal ada empat tataran:
bertunggal dengan berolah kemakrifatan Tuhan,
bertunggal dengan menyatukan diri afngal Tuhan,
bertunggal dengan menjalankan sifat-sifat Tuhan,
bertunggal dengan berolah tapa brata, menaklukan
watak Aku yang merasa super, paling menakjubkan
hingga angan-angan dapat terselam dari keramaian,
Roh Suci bangun, dan kemudian dapat meleburkan
diri bersatu padu dengan Tuhan Yang Maharahman.

Sentul, 11 Februari 2015

No comments:

Post a Comment

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan