SASTRA JENDRA
HAYUNINGRAT
Mengawali kidung cinta asmara
putri agung dari negeri Alengka
Sang Dyah Dewi Sukesi namanya
wanita anggun sungguh cantik jelita
tingkah laku menarik hati siapa saja
bilamana tidak dijelaskan rahasia makna
”Sastra Jendra Hayuningrat” ilmu amat
mulia
yakni ilmu agung untuk kesejahteraan
dunia
sumpah Sukesi menggema ke mana-mana.
Terdengarlah gema itu hingga ke Lokapala
yakni terdengar oleh Sang Prabu Danaraja
seorang raja muda, termasyhur namanya
gagah, tampan, lagi pula sakti
mandraguna
betapa terpesona akan asmara sang juwita
beliau lalu mengutuslah Begawan Wisrawa
yang baru turun dari pertapaan
Dederkura
niat menengok ananda Prabu
Danaraja
yang tengah duka lara di negeri
Lokapala
sebab dirundung rindu dendam
asmara
Jambumangli mengadakan sayembara
Alap-alapan Dewi Sukesi di
Negeri Alengka
Sastra Jendra Hayuningrat harus
terbabar juga
mengalahkan Harya Jambumangli
merasa jaya
tapi, makna Sastra Jendra
Hayuningrat mana bisa
hanya ayahanda Begawan Wisrawa
yang punya
Danaraja mengutuslah Wisrawa memupu sayembara.
seorang penuntut ilmu kesuksmaan
menjadi merosot derajat
kependetaan
terjebak oleh tiga macam godaan
dan melanggar larangan Tuhan.
pertama, yang menjadi godaan
nafsu asmara tidak dapat
dikendalikan
tergiur akan kecantikan dan
kemolekan
Dewi Sukesi, putri Sumali
seorang kawan
sebenarnya hanya bertugas
melamarkan
justru malahan pagar makan
tanaman.
Setelah mampu mewedarkan rahasia
makna
“Sastra Jendra Hayuningrat” ilmu
amat mulia
Begawan Wisrawa terkena godaan
kedua,
yakni godaan gawat dengan
masuknya
Roh Batara Kala dalam tubuh
dirinya
Dewi Sukesi terkena godaan gawat
juga
yakni dengan masuknya Roh Batari
Durga
yang juga masuk ke dalam
wadaknya
melalui jalan Kamayan yang
terbuka
tidak sadar telah melanggar
Paliwara
berhati-hatilah bab syahwat
manusia
perbuatan hinanya mendapatkan
karma
dengan lahirnya seorang raksasa
Rahwana
simbol angkaramurka nafsu amarah
manusia
yang tak mampu dikendalikan oleh
siapa saja.
Ketika Wisrawa tengah asyik
memadu cinta
di sebuah Taman Argo Soka Negeri
Alengka
bersama Dewi Sukesi yang begitu
amat dicinta,
di luar Taman Argo Soka
terjadilah huru-hara
kemarahan Harya Jambumangli
tidak terkira:
mencak-mencak berteriak buas
gaya raksasa
dan menantang perang Begawan
Wisrawa,
serta Dewi Sukesi pun
dihina-hina semaunya
sebagai wanita muda yang haus
dicinta.
Merasa dirinya dihina-hina yang
tidak terduga
Wisrawa harus mengirim
Jambumangli ke neraka
tidak disadari Wisrawa
terpeleset godaan ketiga,
godaan halus akunya: adigang adigung adiguna
bahwa dirinyalah yang lebih kuat
dan perkasa,
serta lebih agung dan lebih
pandai segala-gala
Wisrawa dihinggapi rasa takabur
dan jumawa.
Demikian halnya Dewi Sukesi
merasa terhina,
pun sakit hati atas celaan
pamannya si raksasa,
dan meminta Wisrawa untuk
membereskannya.
Pertarungannya dengan Harya
Jambumangli
oleh Begawan Wisrawa juga tanpa
disadari
itu telah melanggar Paliwara bab
“berkelahi”
mereka berdua sama-sama mumpuni
sakti
segala senjata dikerahkan dalam
tarung ini
pertarungan mereka seru hingga
lima hari
dengan tewas mengenaskan
Jambumangli
tubuh termutilasi panah Wisrawa
yang sakti.
Atas perbutan itu karma kedua
tak terhindari
Kumbakarna si raksasa lahir dari
rahim Sukesi
lambang nafsu Lauwamah yang tak
terkendali
dan lahir pulalah Sarpakenaka si
raksasa putri
lambang nafsu Sufiah yang
dibiarkan mengusai.
Ketiga putra-putri Wisrawa
dengan Dewi Sukesi
di Gunung Gohkarna pada
puncaknya tertinggi.
Ketiga anak Wisrawa,
berangkat bertapa brata
ke puncak Gunung Gohkarna.
Gendhing tlutur sendu bersuara,
Dewi Sukesi menghampiri Wisrawa
dengan tangis sedih, penuh duka lara,
lalu diredamlah oleh Begawan Wisrawa.
Aduh Penembahan Wisrawa....
dosa apakah telah Sukesi terima
padahal tentu hamba dan paduka
sama-sama elok rupawan, tiada cela
mengapa... mengapa... apa sebabnya
mempunyai putra-putri berwujud raksasa?
Adinda Dewi Sukesi,
sesungguhnya kita ini
hanya sekadar menjalani,
oleh karena itu Adinda Sukesi
marilah kita mohon ampunan diri
kepada Tuhan Yang Maha Suci.
kepada Tuhan Yang Maha Suci
Adinda, laksanakanlah Ilmu Sejati
semoga engkau menjadi mustika wanita,
sarananya harus berjalan di Panca Darma,
sungguh-sungguhlah menyingkiri Paliwara,
dan mau menggunakan busana Hastha Sila.
Sudah terhapus semua kegelapan
hati Sang Dewi Sukesi dan Begawan
bahwa mereka berdua menandakan
telah mendapat pepadang dan tuntunan
sembah bakti dipanjatkan ke hadirat Tuhan.
Tiba-tiba datanglah Danaraja,
dengan nada duka bertutur kata:
“Aduh Danaraja... Danaraja....
sial benar nasibmu, Danaraja...
akan menikah saja urung tiba,
harus mengalah kepada orang tua
yang telah mengukir jiwa raga hamba.
Jika perjalanan hidupku seperti demikian,
lebih baik dahulu aku tidak dilahirkan,
di dunia yang penuh dusta pengkhianatan.”
“Ananda Prabu Danaraja,
redakanlah amarahmu, Ananda.
Sesungguhnya Danaraja
Ayahandalah yang berdosa”.
“Semua peristiwa
biasanya hanya dapat minta
maaf, maaf, tiada kesudahan.
Dahulu bagaimana janjinya,
katanya seorang Brahmana
antara ucapan dan tindakan
harus menyatu jadi perbuatan.”
“Ananda Prabu... kalau demikian,
Ayahanda pasrah bongkokan
akan mati hidupku kepadamu...
sekalipun engkau beri aku hukuman,
aku tidak akan menolaknya.”
“Saya kira Danaraja
tidak ada lagi gunanya
hidup di dunia yang fana,
serba salah bertindak,
berani dengan orang tua
tentu besar dosanya,
lebih baik aku mati saja!”.
(Danaraja hendak bunuh diri,
lalu datang Dewi Arundati menghalangi
Danaraja yang hendak bunuh diri,
kemudian menyembah Dewi Arundati)
Ananda Wisrawa dan Sukesi....
serta engkau cucu Prabu Danapati,
jangan saling menyalahkan diri sendiri,
sesungguhnya semua makhluk ini
tidak ada yang sempurna, kaki....
Anakku Sukesi dan Wisrawa,
mengemban kewajiban suci mulia,
pria menjadi lantaran turunnya Suksma,
adapun wanita menjadi lantaran juga
mengandung dan menerima
turunnya Roh Suci ya jiwa manusia.
Kewajiban suci dan mulia
harus engkau dilaksanakan juga
dengan kesucian dan susila
atas dasar sejatinya cinta.
Adapun cinta kasih sejati
harus dipupuk setiap hari
dijaga, dirawat, dan disirami
agar tumbuh-kembang dan bersemi:
mong-kinemong
(saling menjaga),
ajen-ingajenan (saling
menghormati),
apura-ingapura
(saling memaafkan),
tansah anuju
prana murih agawe suka pirena
(senantisa dapat berkenan di hati
agar dapat membuat rasa bahagia), dan
mastuti ing
Widhi (berbakti kepada Ilahi).
Ketahuilah olehmu semuanya.
Bahwa “Ilmu itu terlaksananya
menjadi kenyataan harus disertai laku,
tetapi juga harus dilaksanakan
agar sampai pada Kesunyataan Sejati”.
Apabila sudah reda hatimu semuanya,
dengarlah nasihatku berikut.
Adapun jalan yang harus dilalui,
tiada lain hanyalah menaati
Sabda-sabda Sang Guru Sejati
wejangan yang telah termaktub
dalam kitab Hastha Sila
tetap sadar, percaya
ketiganya taat
kepada Allah Yang Maha Tunggal
bersinggasana di dalam hati yang suci
disebut Tripurusa.
Cucilah bersih-bersih hatimu
dengan air sari Panca Sila
disertai bertapa brata
mengendalikan hawa nafsu
sentosakanlah tekadmu
wujudkanlah dalam laku
melaksanakan budi darma
belas kasih terhadap sesama
berkorbanlah rasa-perasaan.
(Ketiganya menyembah Dewi Arundati,
Lalu ucapan Dalang)
Ada bau semerbak harum mewangi,
nyata-nyata sudah mendapat sinar Ilahi
yakni sinar pepadang Dzat Yang Maha Suci,
Begawan Wisrawa beserta Dewi Sukesi
telah bertobat dan mengenakan busana Hastha Sila,
senantiasa menempuh di Jalan Panca Darma
dan menyingkiri Paliwara,
juga Dewi Sukesi telah melaksanakan
kewajiban wanita utama,
yakni menjadi mustika wanita
menjadi lantaran menerima
dan mengandung turunnya Suksma,
mereka berdua menerima anugerah Tuhan,
tampan rupawan, elok warnanya,
dan berbudi pekerti mulia,
yaitu Raden Gunawan Wibisana.
seorang putra yang purusatama:
berderajat luhur dan mulia,
berwatak utama,
mursid cerdas cendekia
senantiasa berbakti kepada Yang
Esa,
lambang nafsu Mutmainah yang
nyata
berbakti kepada pembesar negara
berbakti kepada tanah air beta
berbakti kepada orang tua
berbakti kepada saudara
berbakti kepada gurunya
berbakti kepada pelajaran utama
penuh kasih kepada sesama
dan menghormati semua agama.
Bekasi, 18 Desember 2011
No comments:
Post a Comment