Sunday, 2 February 2014

SASTRA CETHA


SASTRA CETHA

Makna sastra cetha:
sastra tanpa kata-kata
sastra tanpa perlu bahasa
sastra tanpa tertulis dengan aksara
sabda tidak terucap melalui tutur kata
disebut kalam maujudiah secara nyata
kalam iktibar dalam ranah idiom agama,
yakni firman Tuhan yang mewujud di dunia
terbabar melalui tanda-tanda alam yang ada.

“Segala peristiwa yang terjadi di dunia,
peristiwa kehidupan yang beraneka rupa:
senang-susah, celaka-bahagia,
hina-mulia, rendah-luhurnya bangsa,
dan juga pasang-surutnya negara,
sebagai Sabda Tuhan Yang Maha Esa
tergelar dalam wujud aneka peristiwa,
wajib diperhatikan oleh siapa saja
yang ingin hidup sejahtera dan bahagia.”

Adalah Pujangga Yasadipura
melalui tamsil kisah Ramayana
menyampaikan ajaran sastra cetha
yakni ajaran yang diberikan oleh Rama
kepada adinda tercinta Bharata
yang untuk sementara waktu saja
menggantikan dirinya di negeri Ayodya
karena Rama menjalani tapa brata
selama 14 tahun di hutan Dandaka.

Inti ajaran sastra cetha
pemimpin yang berkuasa
haruslah memahami tiga makna
tingkatan nilai perbuatan manusia:
nistha ialah hina.
madya ialah sedang saja,
utama ialah mulia.

Perbuatan nistha bermakna hina
haruslah benar-benar dihindarinya
janganlah sekali-kali menyentuh juga
dosa besar tidak terampuni oleh-Nya.
contoh perbuatan yang hina
was khawatir senantiasa,
selalu bimbang, ragu, dan aniaya,
tidak memiliki pendirian juga
atau ikut-ikutan orang saja
kepada tahyul selalu percaya,
apalagi ramalan paranormal segala,
juga menyembah arca dan berhala,
serta senantiasa suka curiga
atau menaruh syak wasangka
kepada sanak keluarga,
dan punggawa istana.

Perbuatan hina seorang penguasa
di kemudian hari menimbulkan bencana,
banyak musibah dan berbagai malapetaka,
segala kerusuhan makar kepada negara,
akibatnya hidup rakyat semakin sengsara.

Sedang makna perbuatan madya
cukup dimengerti dan dipahami saja.
Dengan menghindari perbuatan hina
sudah menjadi batas garis nyata
antara perbuatan hina dengan utama.

Termasuk perbuatan utama:
berlaku adil merata ke semua
berwatak jujur dapat dipercaya,
melimpah kasih sayang ke sesama
dan berwatak budi bawa leksana:
memberi tongkat kepada yang buta
memberi obor kepada yang gelap gulita
memberi minum kepada yang dahaga
memberi makan kepada yang kelaparan
memberi payung kepada yang kehujanan
dan memberi perlindungan
kepada mereka yang ketakutan.

Perbuatan utama seorang penguasa
akan menjadi teladan utama rakyatnya.
Penguasa dengan perbuatan utama 
tentu mampu membawa negara dan bangsa
mencapai negara adil, makmur, dan sejahtera
aman, tenteram, dan masyhur ke seluruh dunia.

Seorang penguasa negara
berlaku bijaksana dan berwibawa
menjadikan bangsa bermartabat mulia
tentulah mengamalkan perbuatan utama.

Bekasi, 16 Januari 2010


2 comments:

  1. selamat pagi maz . . .
    salam kunjungan perdana maz . .
    ditunggu kunjungan baliknya ya

    ReplyDelete
  2. Salam bhineka tunggal ika. Tetap semangat, sehat, sukses selalu. Terima kasih atas kunjungannya. Semoga bermanfaat.

    ReplyDelete

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan