Friday, 30 January 2015

SURA DIRA JAYANINGRAT LEBUR DENING PANGASTUTI


SURA DIRA JAYANINGRAT,
LEBUR DENING PANGASTUTI


Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti:
secara harfiah berarti segala sifat tidak terpuji,
keras kepala, picik, angkara murka, pendengki,
dapat dikalahkan oleh sikap bijak dan lembut hati.


Meski banyak angkara murka yang jaya di dunia,
berkuasa atas segala tindak tercela atau durjana,
tetap dapat dikalahkan oleh sikap yang bijaksana,
dan berpegang teguh iman pada Yang Maha Esa.


Kejahatan dan kekerasan tidak dapat diselesaikan
hanya dengan melakukan tindakan penangkapan,
mengadili, dan menghukum mati pelaku kejahatan.
Akan tetapi, diperlukan suatu tindak kebijaksanaan
memberi penyuluhan dan mengadakan pembinaan
serta menyadarkan agar kembali ke jalan kebenaran.


Dalam konteks filosofis ilmu kesukmaan, berarti:
perjalanan menuju ke Taman Kemuliaan Abadi,
istana kebahagiaan dan kemuliaan setiap insani,
juga yang menjadi asal dan tujuan hidup hakiki,
tentu terdapat banyak godaan yang menghalangi:
goda kasar akan takhta, harta, wanita tak terhindari,
goda halus, sifat egois, mementingkan diri sendiri,
goda gawat dan berbahaya terjerumus ke alam kiri,
serta pelbagai penderitaan papa, sengsara sekali,
seakan terkepung rapat penjahat dan pendengki,
mau menghindar ke mana saja sudah tak bisa lagi,
mau tak mau semua harus dihadapi dengan berani
oleh karena itulah harap waspada dan berhati-hati
janganlah was khawatir, gentar, dan berkecil nyali
meski terkepung rapat banyak buaya seratus kali
akan tetap selamat hingga mencapai tujuan azali
asalkan tetap teguh beriman, takwa, dan berbakti
serta tidak keluar dari garis-garis syahadat sejati,
niscaya Tuhan senantiasa akan tetap melindungi
selamat sejahtera hingga Taman Kemulian Abadi.


Bekasi, 30 Januari 2015




Thursday, 29 January 2015

GODHONG SURUH LUMAH LAN KUREPE


GODHONG SURUH LUMAH LAN KUREPE

Peribahasa: Godhong suruh lumah lan kurepe,
nadyan beda rupane, yen ginigit padha rasane.
Arti harfiah: Daun sirih bagian atas dan bawahnya,
sekalipun berbeda rupa, jika digigit sama rasanya.

Suatu kiasan akan kesejatian ilmu kesukmaan:
jikalau diambil akan apa yang menjadi inti ajaran,
bukan bab petunjuk yang berhubungan dengan
hukum syariah atau hal lahiriah yang jadi aturan,
dapat dikatakan tunggal makna, tiada perbedaan.

Hakikatnya kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Alquran
adalah kitab suci yang berasal dari wahyu Tuhan,
meski berbeda-beda tempat dan masa diturunkan,
juga bahasa dan redaksi ayat-ayatnya pun demikian,
sesungguhnya semua mengajarkan hal keutamaan.

Representasi perumpamaan atas ajaran kesunyataan
yang dibentangkan di semua kitab suci wahyu Tuhan,
ibarat emas kencana yang dibungkus perak, kemudian
dibungkus lagi dengan timah, jadi jika engkau sekalian
ingin mengetahui hingga emasnya, lebih dahulu kalian
harus membuka timahnya, mengolah peraknya ajaran.

Tidaklah mudah meggetahui peraknya Sabda Abadi,
yang tersimpan di dalam kitab-kitab suci wahyu Ilahi,
bilamana engkau semua tidak dapat bertemu sendiri
dengan Sang Sabda Abadi di pusat hati sanubari suci,
sebab jalan tersebut banyak bahaya yang merintangi
hingga dapat menyesatkan, menyimpang ke jalan kiri.

Senyampang bulan tampak menyembul di cakrawala,
seyogyanya engkau siapkanlah delapan watak utama:
senantiasa dapat berbakti, berimanan, dan bertakwa
sucikanlah hatimu dengan lima macam watak utama:
sabar, jujur, tawakal, tulus ikhlas, dan berbudi mulia,
hingga engkau dapat mengetahui emas sebenarnya.

Pada emasnya ajaran itu engkau mengetahui bahwa
harumnya bunga semerbak mewangi tidak dapat juga
dipisahkan dengan bunganya, madu tidak dapat pula
dipisahkan dengan manisnya, dan matahari bercahaya
tak dapat berpisah dengan sinar yang menerangi dunia.

Bilamana engkau telah sampai pada kesunyataannya
dapat merasakan daun sirih bagian atas dan bawahnya
sekalipun berbeda rupa, bilamana digigit sama rasanya,
berarti emas ajaran kesukmaan telah disaksikan oleh jiwa
hingga selamat sejahtera di dunia dan di akhirat nantinya.

Sentul, 29 Januari 2015 



Wednesday, 28 January 2015

GOLEK BANYU APIKULAN WARIH, GOLEK GENI ADEDAMAR


GOLEK BANYU APIKULAN WARIH
GOLEK GENI ADEDAMAR


Golek banyu apikulan warih,
golek geni adedamar
, secara harfiah:
mencari air dengan bekal berpikulan air,
mencari api dengan menggunakan damar.


Kiasan bagi seseorang meraih sesuatu,
harta, jabatan, kekuasaan, dan juga ilmu
haruslah mempunyai bekal terlebih dahulu
modal usaha syarat mendapatkan hartamu
prestasi guna mendapatkan jabatan tertentu
kharisma mitologis meraih kekuasaan bermutu
untuk mendapatkan ilmu terlebih dahulu berguru.


Konteks secara luas dan mendalam menyaran agar
golek banyu apikulan warih, golek geni adedamar
mencari kebajikan harus terlebih dahulu berdasar
pada hal-hal petunjuk bersifat dan bernilai benar
tidak terjerumus ke jalan simpangan yang sasar
sehingga apa-apa saja itu sesuai dengan nalar
tidak usah kecewa, susah, gelisah, dan gusar
menemukan sesuatu yang menjadi inti dasar
untuk hidup di dunia dan nanti di alam akhir.

 
Dalam konteks filosofis kusukmaan bermakna:
siapa saja jikalau hendak mengamalkan agama
harus sesuai dengan kitab suci yang dipercaya
menurut petunjuk nabi rasul yang turun ke dunia
berisi ajakan berjalan di jalan benar ya jalan utama
disertai laku teguh berbakti, beriman, dan bertakwa
disempurnakan dengan perilaku lima watak utama:
jujur, sabar, tawakal, tulus ikhlas, dan berbudi mulia
sebagai bekal utama bila menghadap ke hadirat-Nya
agar selamat perjalanan dari dunia sampai alam baka.


Bekasi, 28 Januari 2015




Tuesday, 27 January 2015

ADOH TANPA WANGENAN CEDHAK DATAN SENGGOLAN








ADOH TANPA WANGENAN
CEDHAK DATAN SENGGOLAN

Makna ungkapan adoh tanpa wangenan,
cedhak datan senggolan, jauh tiada batasan,
meskipun dekat sekali tidak dapat bersentuhan;
jauh di mata serasa dekat di hati sanubari insan.

Bilamana Sang Kekasih Hati sedang berjauhan,
atau orang-orang yang disayangi meninggalkan,
rasa rindu terus memburu, tiada berkesudahan,
terasa betapa jauh keberaadan mereka sekalian,
tapi sejatinya sangat dekat, selalu dalam ingatan.

Di dalam konteks yang lebih filosofis kesukmaan,
ungkapan itu sejatinya menggambarkan hubungan
antara manusia dengan Tuhan Yang Maharahman.
Betapa dekat hubungan antara Tuhan dengan insan,
Tuhan bertakhta di dalam hati setiap orang beriman,
meskipun demikian, insan tidak pernah bersentuhan.

Pada sisi lain, pandangan orang-orang transenden,
Tuhan bersinggasana di langit sap tujuh, berjauhan,
manusia ada di bumi berusaha mempersembahkan,
segala doa dan permohonan setiap saat dipanjatkan,
sebagai tanda umat bertakwa, berbakti, dan beriman
sehingga jarak yang semula terasa sangat berjauhan,
menjadi sangat dekat karena selalu dalam kesadaran.

Sesungguhnya Tuhan meliputi semesta alam seisinya,
bersinggasana di segala sifat hidup, dalam hamba juga,
Dzat Tuhan bukan materi, tidak berupa, tidak berwarna,
itulah sebabnya Tuhan tidak tampak oleh mata manusia,
hanya rasa jati yang dapat mendekatkan kehadiran-Nya,
di mana dan kapan saja: Tuhan senantiasa bersama kita.

Satuhu.

Bekasi, 27 Januari 2015




Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan