DASA SILA: SARANA BERENDAM KESUCIAN
(Puji
Santosa, Bekasi)
1. Pengantar
Bapak, Ibu, dan Saudara para warga Paguyuban Ngesti Tunggal,
siswa-siswi Sang Guru Sejati yang berbahagia, oleh karena senantiasa berbakti,
percaya, dan taat pada semua sabda perintah Tuhan yang Sejati ialah Suksma
Kawekas, yang disampaikan melalui perantaraan Utusan Tuhan yang Abadi ialah
Suksma Sejati, Guru sekalian umat, baik dari pondok dunia maupun hingga nanti
sampai di istana keabadian, serta menjadi Penuntun dan Guru hamba yang Sejati.
Bapak, Ibu, dan Saudara sepenyiswaan. Masih ingatkah Bapak,
Ibu, Saudara ketika dilantik menjadi warga Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu)
di Dana Warih Cabang Pangestu tempat tinggal Bapak, Ibu, dan Saudara. Dalam
pelantikan menjadi warga Pangestu tersebut Bapak, Ibu, dan Saudara bersumpah atau
berjanji dengan mengucapkan Prasetia Suci. Apabila Bapak, Ibu, dan Saudara
semua masih ingat dan memahami serta sudah melaksanakan sumpah janji Prasetia
Suci tersebut, hal itu sebagai pertanda bahwa Bapak, Ibu, dan Saudara semua
adalah siswa Sang Guru Sejati yang sungguh-sungguh tekun menyiswa, yang
benar-benar senantiasa berbakti, taat, dan percaya kepada-Nya sehingga hasilnya
baik, lancar, sejahtera, tenang, tenteram, damai, dan bahagia. Akan tetapi,
bilamana Bapak, Ibu, dan Saudara lupa, setengah-setengah ingat, apa saja isi
dari sumpah janji Prasetia Suci yang telah diucapkan tersebut, hal itu tentunya
juga sebagai pertanda bahwa Bapak, Ibu, dan Saudara semua itu masih bersifat
manusiawi, masih berada pada tataran calon siswa, atau calonnya calon siswa
yang senantiasa masih memerlukan bimbingan dan tuntunan Sang Guru Sejati. Oleh
karena itu, marilah kita bersama-sama mendekat kepada Sang Guru Sejati agar
berkenan melimpahkan sih anugerah, pepadang, tuntunan, daya kekuatan lahir
batin untuk dapat melaksanakan kewajiban suci dengan sempurna, serta memberi
pengayoman, perlindungan, hingga berakhir pada kesejahteraan, ketenteraman, dan
kebahagiaan abadi ialah di hadirat Tuhan Sejati.
Sumpah janji Prasetia Suci yang kita ucapkan pada pelantikan
menjadi warga Pangestu tersebut berdasarkan: “Demi Allah ialah Sang Suksma
Kawekas ialah Sembahan hamba yang Sejati.” Lazimnya sebuah sumpah yang
berdasarkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa ialah Allah ialah Suksma Kawekas ialah
Sembahan hamba yang Sejati, tidaklah main-main, tetapi sifatnya serius dan
khidmat. Prasetia Suci itu bukanlah suatu kepura-puraan, melainkan sesuatu yang
bersifat sungguh-sungguh mengandung konsekuensi. Apabila hal itu dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh berdasarkan keteguhan tekad yang disertai pengorbanan
lahir batin, niscaya akan berhasil guna mencapai tujuan kesejahteraan,
ketenteraman, kebahagiaan, dan kemuliaan abadi. Akan tetapi, bilamana hanya
dilakukan dengan seenaknya dan berupa-pura (lelamisan),
tidak akan ada hasilnya, tentu jauh panggang dari api, tidak sesuai dengan
harapan, akhirnya putus asa dan kecewa.
2. Pedoman Dasar Organisasi
Prasetia Suci butir yang
ketiga kita ucapkan ialah “Hamba berjanji dengan sungguh-sungguh akan
melaksanakan Dasa Sila ialah pedoman para warga Paguyuban Ngesti Tunggal”.
Sebagai pedoman dasar organisasi Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), Dasa Sila
secara resmi dimuat dalam Bab IV Pasal 7 Anggaran Dasar Pangestu, yakni “Pangestu memiliki Pedoman Dasar yang disebut
Dasa Sila sebagai sikap hidup kedalam dan keluar bagi anggotanya, yaitu:
1) Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Berbakti kepada Utusan Tuhan.
3) Setia kepada Kalifatullah (pembesar
negara).
4) Berbakti kepada tanah tumpah darah
(tanah air).
5) Berbakti kepada orang tua (ayah-ibu).
6) Berbakti kepada saudara tua.
7) Berbakti kepada guru.
8) Berbakti kepada pelajaran keutamaan.
9) Kasih sayang kepada sesama hidup.
10) Menghormati semua agama.
Dasa Sila tersebut, selain dimuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Paguyuban Ngesti Tunggal
(2002:8), juga dimuat dalam Buku Saku
Panembah dan Pangesti (Bahasa Jawa, 2012:27; Bahasa Indonesia, 2012:58),
serta Sepuluh Pertanyaan untuk Para Calon Siswa Purnama (Taman Kemuliaan Abadi, 2015:50) yang diajukan Bapak Pangrasa kepada
Saudara Jatmika dan Sri Rejeki, yakni pertanyaan yang kedua: “Apakah Pedoman Pangestu? Jawaban: Pedoman
Pangestu ialah menetapi Dasa Sila, yaitu:
1) Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Berbakti kepada Utusan Tuhan.
3) Setia kepada Kalifatullah (pembesar
negara).
4) Berbakti kepada tanah tumpah darah
(tanah air).
5) Berbakti kepada orang tua (ayah-ibu).
6) Berbakti kepada saudara tua.
7) Berbakti kepada guru.
8) Berbakti kepada pelajaran keutamaan.
9) Kasih sayang kepada sesama hidup.
10) Menghormati semua agama.
Dalam buku Ulasan Kang Kelana (2015:20—21) Dasa Sila disebut beberapa kali
oleh Saudara Wijaya, Saudara Sujana, dan Saudara Sasangka, ketika mereka
bercerita tentang ulasan setelah mengikuti ceramah penerangan Ajaran Sang Guru
Sejati dan pelantikan menjadi warga Pangestu. Dasa Sila juga disabdakan oleh
Sang Guru Sejati dalam Sabda Khusus
(2013:73—74) Peringatan Nomor 14 Butir 3 dan 4 sebagai Jalan Kesiswaan: “Adapun syarat-syarat dan kesanggupan para
siswa itu seperti yang diterangkan oleh Saudaramu Soenarto, yang diberi nama
Dasa Sila. Kesanggupan Dasa Sila itu panjang lebar, baik bagi para siswa yang
masih muda. Namun, bagi siswa yang telah dewasa supaya diringkas:
1)
Berniat menyiswa kepada-Ku.
2)
Bersedia menerima ajaran-Ku.
3)
Berniat melaksanakan ajaran-Ku.
4)
Melaksanakan atau menaati terbabarnya ajaran-Ku yang
telah diterimanya.
5)
Berprasetia yang lazimnya disebut bersumpah, menetapi
kesanggupan dan syarat-syarat tersebut di atas (1-4).
(Sabda Khusus Peringatan 14, butir 3—4, 2013:73-74)
Akan tetapi, Pakde Soemodihardjo melalui tembang “Matirta Sutji, Usada Walujaning Pradja”,
yakni “Berendam Kesucian, Obat Penyembuh Negara” (Sosotya Rinontje, 1957:16—18) mengibaratkan Dasa Sila itu sebagai sarana
berendam kesucian yang dapat menyembuhkan pelbagai kerusakan negara. Apabila
setiap warga negara dapat melaksanakan Dasa Sila dengan sungguh-sungguh, dengan
baik dan benar, maka negara akan segera menjadi tata tenteram, subur makmur,
aman sejahtera, menjadi negara yang sentosa, jaya, dan masyhur ke seluruh
dunia. Karma bangsa akan segera sirna bilamana seluruh rakyat, bangsa di negara
kita ini, dapat dengan benar-benar melaksanakan Dasa Sila, berendam dalam air
suci Dasa Sila.
Memperhatikan bagan “Laku Proses
Penyiswaan” yang dicanangkan Ketua Pangestu Pusat, setiap bulan selalu dimuat
dalam Dwija Wara, bahwa sebagai
anggota Pangestu dalam berperilaku sehari-hari hendaklah mencerminkan Dasa
Sila. Setelah dapat menghindari Paliwara, yang menyebabkan rintangan mati atau
dosa sehingga hamba tidak dapat bertunggal dengan Tripurusa, mau tidak mau
harus menyiswa dengan mengenakan baju Dasa Sila agar dapat menapaki Jalan
Rahayu, mencapai Hasta Sila, dan akhirnya bertunggal dengan Tripurusa.
3. Makna Kesanggupan Dasa Sila
Dasa Sila sebagai kesanggupan suci dijelaskan oleh Paranpara
Pangestu, Bapak R. Soenarto Mertowardojo, dalam buku Serat Warisan Langgeng (cetakan kelima, 1990) yang selesai ditulis
pukul 10.00 WIB, tanggal 27 Desember 1949, di Manahan, kota Surakarta,
berbentuk tembang macapat, pupuh Kinanthi sebanyak 25 bait. Dasa Sila merupakan
kesanggupan suci yang harus dilaksanakan oleh setiap siswa sebagai Jalan
Keutamaan agar siswa selamat sejahtera, aman tenteram, damai, sentosa, jaya, dan
bahagia dalam perjalanan dari pondok dunia hingga sampai ke istana keabadian
ialah Taman Kemualiaan Abadi. Terjemahan bebas tembang tersebut dalam bentuk
prosa sebagai berikut.
Kinanthi
1) Wahai, anak cucuku sekalian
dengarkanlah hendak aku terangkan
hal Dasa Sila sebagai kesanggupan
yang harus engkau laksanakan
yaitu Jalan Keutamaan, Jalan Kebenaran
agar selamat sejahtera di dunia dan di
Keabadian.
2) Pertama, Berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa
adapun berbakti itu wahai anakku
semuanya
melaksanakan panembah yang sebenarnya
pusatkan angan-angan dan perasaan Anda
ke dalam hati sanubari dengan kesuciannya
membulatkan dengan hening cipta dan rasa.
3) Berusaha dengan tetap melaksanakan panembah
baik pada siang maupun malam hari
dengan jangan berani menerjang
terhadap larangan Tuhan Yang Maha Esa
yang termaktub dalam Serat Paliwara
pesanku: “Jangan berani-beraninya”.
4) Kedua, berbaktilah dengan sungguh-sungguh
kepada Utusan Tuhan Yang Maha Esa
Utusan Abadi yang amat sangat Mulia
yaitu Sang Suksma Sejati
Nur Muhammad, yakni Sang Sabda
Guru kamu sekalian yang sejati.
5) Pokok dari berbakti adalah taat
melaksanakan semua perintah
menjauhi semua larangan
Sabda Tuhan yang Mahasuci
juga berserah jiwa raga
kepada Penuntun yang Sejati.
6) Nelangsa mohon pertolongan
agar berkenan menuntun perjalananmu
di tengah-tengah medan pertempuran
terhindar dari segala godaan iblis
sehingga mengalirlah sih Pepadang
jangan sampai terlepas sembah-baktimu.
7) Berbakti yang ketiga
ialah kepada Kalifatullah
sebagai wakil Tuhan yang Maha Esa
yaitu pembesar negara
yang melindungi semua rakyat
dengan tata aturan yang adil.
8) Pesanku: Setialah dengan sungguh-sungguh
kepada Kalifatullah
jangan melanggar larangan yang termuat
dalam tata aturan hukum negara
berkorbanlah jiwa-raga
agar tegak sentosanya negara.
9) Berbakti yang keempat dibicarakan
yaitu cinta tanah air
Indonesia tanah kelahiran
tanah pusaka yang suci
tumpah darahmu
dan makammu di kemudian hari.
10) Tanda setia yang sungguh-sungguh
marilah kita meluhurkan
kemuliaan Indonesia
sarananya dengan berusaha menuntut ilmu
baik ilmu lahir maupun ilmu batin
itulah sejatinya kunci kebudayaan.
11) Berbudi pekerti yang luhur,
santun, berwatak mulia,
menghormati bangsa lain, dan
berani mebela dengan taruhan kematian
menjaga keselamatan negara
Indonesia yang mandiri.
12) Berbakti yang kelima ialah
kepada ayah-ibu, orang tua kita
menghormati dengan kasih sayang
bersujud secara lahir dan batin
dengan mentaati perintahnya
yang menuju pada keutamaan.
13) Oleh sebab ayah-ibu tersebut
sama dengan wakilnya Tuhan,
atas kelahiranmu di dunia
melalui lantaran ayah-ibumu
dengan tumbal dan pengorbanan
jiwa dan raga yang sejati.
14) Sebab itu takutlah sungguh-sungguh
terhadap ayah-ibumu
meluhurkan namanya
dengan memiliki watak utama
berbudi pekerti yang mulia
sebagai balasan anak kepada orang tua.
15) Disebut menjunjung setinggi-tingginya
memendam sedalam-dalamnya
di kemudian hari
nama baik orang tuamu
tetap berbau harum mewangi
apabila engkau menjadi
kusuma bangsa Ibu Pertiwi.
16) Yang keenam dibicarakan
berbakti kepada saudara tua
sebab saudara tua itu menjadi
wakil dari ayah-ibu kelak
apabila mereka sudah meninggal
oleh sebab itu saudara tua wajib
dimuliakan.
17) Kesanggupan yang ketujuh
berbakti kepada gurumu
sebab guru itu sebagai wakil
orang tuamu yang sesungguhnya
yang menuntun membuka pencerahan
akan ilmu lahir dan ilmu batin.
18) Patuh kepada guru
dengan cinta kasih penuh hormat
melaksanakan semua perintahnya
janganlah sekali-kali engkau berani
membantah yang diajarkannya
yang menuju ke jalan keutamaan.
19) Kesanggupan yang kedelapan
berbakti pada pelajaran keutamaan
yaitu jalan yang sungguh-sungguh nyata
yang seharusnya engkau lewati
agar terhindar dari jalan simpangan
jalan yang menuju ke kerajaan iblis.
20) Mereka yang gemar berbuat keliru
angkara murka, berbudi jahat
senang terhadap kerusakan
dengki, iri hati, tamak, dan loba
pesanku anakku jangan tersesat
laku perjalanmu yang berhati-hati.
21) Sekarang yang kesembilan dibicarakan
kesanggupan yang tersuci
cintailah sesama makhluk
dengan penuh rasa kasih sayang
terhadap semua yang bersifat hidup
menghormati terhadap sesama.
22) Kesanggupan yang kesepuluh
menghormati semua agama
jangan meremehkan dan mencela
terhadap lain agama
meskipun berbeda kepercayaan
dengan agamamu pribadi.
23) Ketahuilah, semua agama itu
menuntun agar berbuat keutamaan
tidak berbeda dengan agamamu
hanya syariatnya yang tidak sama
oleh sebab itu jangan cela-mencela
lebih baik saling menghormati.
24) Dasa Sila yang telah dibicarakan
adalah kewajiban yang sejati
terbabar menjadi sepuluh derajat
namun apabila diringkas menjadi Satu
yaitu sifat kasih sayang dan cinta
terhadap semua yang bersifat hidup.
25) Itulah wahai anakku, jalannya
bertunggal dengan Hidup Sejati
yakni Sejati-jatinya keadaan
tidak berubah berganti senyatanya
oleh sebab itu laksanakanlah
agar sempurna bertunggal dengan Tuhan.
4. Penutup
Dasa Sila yang telah dipaparkan di atas adalah kewajiban
sejati yang harus diwujudkan setiap insan yang dapat mengangkat derajat,
martabat bangsa Indonesia ke masa depan. Sepuluh kewajiban itu apabila diringkas
hanya satu keutamaan, sifat kasih sayang dan penuh cinta terhadap semua yang
bersifat hidup, yakni makhluk Tuhan. Dasa Sila itulah yang menjadi jalannya bertunggal
dengan Hidup Sejati, yakni sejati-jatinya keadaan yang tidak berubah berganti,
keadaan yang tidak bergeser senyatanya. Oleh sebab itu, melaksanakan kewajiban
suci nan mulia Sesanggeman Dasa Sila supaya
memancar terang benderang sinar cahaya bulan purnama, cahaya Tuhan, nur cahaya
yang menerangi sepanjang perjalanan hidup kita dari pondok dunia hingga sampai
di istana keabadian, yakni Taman Kemuliaan Abadi.
Dasa Sila yang menjadi kesanggupan suci
itu marilah kita simpan di dalam batin. Setelah kita pahami dan mengerti
maknanya, marilah kita wujudkan dalam kehidupan yang senyata-nyatanya, disertai
dengan menyucikan hati, pikiran, dan juga perasaan, seperti yang telah dijelaskan
dalam Panca Sila, lima watak keutamaan (jujur, sabar, narima, rela, dan budi
luhur). Melaksanakan Dasa Sila secara sungguh-sungguh akan mendapatkan sih
anugerah Tuhan, yakni hidup menjadi teratur, sejahtera, tenteram, dan bahagia
selamanya. Oleh sebab kasih Tuhan itu melimpah turun mengalir secara terus-menerus,
apa yang diangan-angankan akan terlaksana menjadi kenyataan, dan apa yang dikehendaki
pun diperkenankan atau dikabulkan.
Satuhu.
No comments:
Post a Comment