Sunday 16 January 2011

Upacara Aswameda


Upacara Aswameda 

Kanda pertama Ramayana dinamai Balakanda
Kisah ini bermula dari negeri Ayodya
Prabu Dasarata memiliki tiga permaisuri jelita
Mereka adalah Kosala, Kekayi, dan Sumitra

Prabu Dasarata sedang bermuram durja
Sudah lama menikah tidak kunjung dikaruniai putra
Sehingga Raja Dasarata merasa dirinya hampa
Senantiasa gelisah, resah, kecewa, dan putus asa

Sutau hari, dalam keputusasaan Raja Dasarata
Datanglah guru negara mereka, Resi Wasista
Lalu, segeralah Sang Raja Dasarata bersabda:
“Wahai Guru yang mulia, satu-satunya permohonan hamba
Jangan biarkan matahari tenggelam bersama kematian hamba.”

Takzim hormat Raja diikuti juga ketiga permaisurinya
Raja Dasarata bersujud di hadapan Sang Resi Wasista
Sang Resi pun menerima sembah sujud mereka
Seraya berkata: “Baginda dan Tuanku Putri-Putri nan jelita
Janganlah engkau semua merana dan putus asa,
Tuhan tentu akan mengabulkan apa yang Tuan pinta
Namun, ada syarat yang harus dipenuhi jua
Upacara persembayangan memohon anugerah putra.”

“Jikalau hanya demikian yang menjadi persyaratannya,
Tentulah kami semua dapat melaksanakannya.
Untuk hal itu sekiranya tidak perlu ditunda-tunda,”
desak ketiga permaisuri raja dengan semangat membara.

“Tuanku Putri, mohon maaf beribu maaf sekiranya
Hamba bukanlah orang yang pantas memimpin upacara
Hanya mahaguru yang menguasai kitab Atharwa Weda
Berwenang memimpin upacara, yakni Maharesi Risyasringa.”

Atas saran bijakasana Resi Wasista itu selanjutnya
Raja Dasarata menghadap sendiri ke Maharesi Risyasringa
Sang Pertapa Mulia pun berkenan memimpin upacara aswameda,
yaitu upacara persembahan kuda untuk memohon anugerah putra.

Upacara aswameda dimulai dengan persembahan agnihotra
Pemujaan terhadap Brahma sebagai Hyang Widhi Sang Pencipta
Agnihotra dilaksanakan dengan melakukan sembahyang puja brata
Obor altar pemujaan menyala terang memancarkan sinar biru maya.

Kuda-kuda persembahan sebenarnya sebagai simbol nafsu manusia
Setiap saat, setiap waktu, nafsu-nafsu manusia harus dikendalikannya
Jangan sampai nafsu-nafsu manusia itu merajalela menjadi angkara
Mengatur sedemikian rupa nafsu hinga mampu melaksanakan tugas mulia

Kuda hitam sebagai nafsu Lauwamah berasal dari anasir tanah dunia
Dia berada di sekujur daging menjadi dasar kekuatan jasmani manusia
Lauwamah berwatak makan, minum, tidur, syahwat, tamak, iri, dan loba
Juga Lauwamah bersifat dengki, fitnah, munafik, aniaya, serta angkara
Apabila dapat dikendalikannya, Lauwamah itu dapat tahan menderita.

Kuda kuning berasal dari unsur air, ada di sumsum, nafsu Sufiah namanya
Kekuatan Sufiah dapat mendekatkan segala apa yang diinginkan manusia
Sufiah berwatak keinginan yang beraneka rupa yang terlintas di cipta
Apabila dapat dikendalikannya, Sufiah itu dapat menjadi cita-cita mulia.

Kuda merah berasal dari unsur api, ada di darah, nafsu Amarah namanya
Kekuatan Amarah sebagai motivator dapat menggerakkan kemauan manusia
Apabila Amarah kuat, manusia mempunyai kemauan yang tak kunjung reda
Amarah sewaktu-waktu dapat dilepasakan mendadak seketika itu juga
Apabila dapat dikendalikan, Amarah dapat menjadi sumber kekuatan kerja
yang tepat berdaya dan berhasil guna serta tak pernah mengenal putus asa.

Kuda putih berasal dari unsur suasana, berada di dalam napas manusia
Secara transenden, kuda putih melambangkan nafsu Mutmainah namanya
Kekuatan Mutmainah mampu menyusun kehidupan secara bersama-sama,
mendorong manusia mencapai persatuan dan kesatuan yang rukun sentosa,
rela berkorban, saling menghormati, dan kasih sayang terhadap sesama
serta bersatu kembali dengan Sang Pencipta yang didorong Mutmainah juga.

Makna upacara aswameda tiada lain mengatur kuda nafsu-nafsu manusia
Kombinasi Lauwamah, Amarah, dan Sufiah dapat menjadi kekuatan raga
Kombinasi demikian itu dapat berlebiham sehingga mendatangkan bencana
Sebaiknya dikombinasi antara Mutmainah, Amarah, dan Sufiah yang sentosa
agar dapat mendatangkan rasa aman, tentram, sejahtera, dan bahagia.

No comments:

Post a Comment

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan