PEMENTASAN TARI DAN DRAMA TARI LAKON “BIMA SUCI”
SANGGAR SENI LANGGENG BUDAYA
JAKARTA, 20 FEBRUARI 2011
1. Latar Belakang
Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial yang turut serta memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Budaya adiluhung dan edipeni bangsa sebagai nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, saling menghormati, arif-bijaksana, dan religius, seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, anarkisme, kasar, dan vulgar, tanpa mampu mengendalikan hawa nafsunya. Fenomena ini dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal dengan ramah, santun, berperti luhur, dan berbudi mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas bijak bestari (mursid), terampil dan cendekia (sugih kagunan lan pangawikan), berbudi pekerti luhur (luhur budinipun), berderajat mulia (luhur derajatnipun), berperadaban mulia (mulya gesangipun), serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada karakter bangsa, yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar), tetapi memperhatikan dan mengintegrasi persoalan-persoalan moral dan keluhuran budi. Salah satu media pendidikan kejiwaan yang berorientasi karakter bangsa itu ialah melalui pertunjukan seni budaya tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci”.
Pertunjukan seni budaya tari nusantara yang akan dipentaskan, meliputi: (1) tari Tiga Mentawai (Kalimantan), (2) tari Wiranata (Bali), (3) tari Remong (Jawa Timur), (4) tari Piring (Minang), dan (5) tari Berburu (Papua) merepresentasikan budaya bangsa yang adiluhung dan edipeni, penuh nilai-nilai kearifan yang mampu menjadi teladan, dan kasih sayang kepada sesama hidup. Demikian halnya dengan seni budaya drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” ini juga merepresentasikan ketangguhan, keunggulan, dan kesempurnaan tokoh Bima yang telah mampu dan berhasil memperoleh dan melaksanakan “Ilmu Sejati” yang menjukkan jalan kembali bertunggal dengan Tuhan yang Maha Esa di Taman Kemuliaan Abadi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Purusatama Wedding planner & organizer, yang juga peduli akan pembangunan dan pendidikan karakter bangsa, bekerja sama dengan Sekretariat Gedung Pewayangan Kautaman dan Sanggar Seni Langgeng Budaya, Jakarta, akan menyelenggarakan pagelaran tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci”. Kegiatan ini penting dilakukan karena dengan pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang lakon “Bima Suci” itu merupakan langkah praktis suatu proses transformasi nilai-nilai karakter bangsa, yakni dengan meneladan nilai-nilai kearifan lokal budaya nusantara dan tokoh Bima yang mampu memperoleh “Ilmu Sejati” sehingga memiliki karakter yang tangguh, unggul, jujur, arif, bijaksana, kasih sayang, religius, dan berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Jenis Kegiatan
Pertunjukan seni budaya tari nusantara yang meliputi: (1) tari Tiga Mentawai (Kalimantan), (2) tari Wiranata (Bali), (3) tari Remong (Jawa Timur), (4) tari Piring (Minang), (5) tari Berburu (Papua), dan (6) pertunjukan wayang orang dengan lakon “BIMA SUCI” oleh Sanggar Seni Langgeng Budaya, Jakarta, dengan pimpinan produksi Tati Prihanggodo, S.H.
3. Tujuan
Pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” diadalan pada hari Minggu, 20 Februari 2011, pukul 15.30—18.00 WIB, di Teater Kautaman, Gedung Pewayangan Kautaman, Jalan Raya Pintu 1 Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
5. Penonton
Penonton pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” ini diharapkan hadir 500 orang, baik penonton undangan (pejabat pemerintahan dan swasta, para penaja atau sponsor, dan tokoh-tokoh masyarakat) maupun penonton umum yang berminat datang dari masyarakat secara umum.
6. Tiket Masuk
Tiket masuk pertunjukan wayang ini dapat diperoleh melalui sekretariat Gedung Pewayangan Kautaman, Jalan Raya Pintu 1 TMII Jakarta Timur, setiap hari buku pukul 08.00—16.00 WIB, dengan harga tiket masuk:
VIP/utama : Rp200.000,00
Biasa : Rp150.000,00
7. Sinopsis Cerita
Bima Suci adalah Raden Bratasena, yang telah berhasil mendapatkan ”Ilmu Sejati” ialah ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi”, melalui petunjuk Sang Begawan Durna.
Raden Bratasena putra kedua Dewi Kunthi dengan mendiang Raja Pandhu Dewanata. Bratasena adalah satria yang gagah perkasa, tidak gentar dalam menghadapi segala rintangan walaupun harus terjun kedalam samudera untuk mendapatkan yang diinginkan agar cita-citanya tercapai.
Raden Bratasena sosok satria yang sangat patuh dan menghormati orang tua dan sayang kepada saudara-saudaranya, sebelum berangkat mencari ”Ilmu Sejati” ya ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi” terlebih dahulu minta do’a restu kepada Ibunda Dewi Kunthi. Dengan rasa haru, Dewi Kunthi merestui kepergian putra tercinta.
Dengan kegigihan Raden Bratasena, terkabul apa yang diinginkan. Setelah mendapatkan ”Ilmu Sejati” ialah ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi” ingin rasanya menyebarkan ilmu kepada semua umat. Terkandung niat dalam hatinya menjadi Brahmana dengan nama Begawan Bima Suci di Arga Kelasa wilayah negara Hastina.
Sebab menurutnya rakyat Hastinapura sangat membutuhkan ajaran hidup tentang kebenaran dan kesempurnaan. Raden Bratasena menganggap bahwa rakyat Hastina hidup dalam kekuasaan raja yang tamak, sehingga timbul dalam hati Raden Bratasena ingin sekali menjadikan rakyat Hastinapura menjadi umat yang baik.
Merasa posisi Prabu Duryudana terancam, maka ia mengirim utusan untuk mengusir Bima Suci. Dengan kegigihan Raden Bratasena, Sang Maha Kuasa memberikan perlindungan pada Bima Suci.
”Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti”.
SANGGAR SENI LANGGENG BUDAYA
JAKARTA, 20 FEBRUARI 2011
1. Latar Belakang
Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial yang turut serta memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Budaya adiluhung dan edipeni bangsa sebagai nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, saling menghormati, arif-bijaksana, dan religius, seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, anarkisme, kasar, dan vulgar, tanpa mampu mengendalikan hawa nafsunya. Fenomena ini dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal dengan ramah, santun, berperti luhur, dan berbudi mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas bijak bestari (mursid), terampil dan cendekia (sugih kagunan lan pangawikan), berbudi pekerti luhur (luhur budinipun), berderajat mulia (luhur derajatnipun), berperadaban mulia (mulya gesangipun), serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada karakter bangsa, yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar), tetapi memperhatikan dan mengintegrasi persoalan-persoalan moral dan keluhuran budi. Salah satu media pendidikan kejiwaan yang berorientasi karakter bangsa itu ialah melalui pertunjukan seni budaya tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci”.
Pertunjukan seni budaya tari nusantara yang akan dipentaskan, meliputi: (1) tari Tiga Mentawai (Kalimantan), (2) tari Wiranata (Bali), (3) tari Remong (Jawa Timur), (4) tari Piring (Minang), dan (5) tari Berburu (Papua) merepresentasikan budaya bangsa yang adiluhung dan edipeni, penuh nilai-nilai kearifan yang mampu menjadi teladan, dan kasih sayang kepada sesama hidup. Demikian halnya dengan seni budaya drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” ini juga merepresentasikan ketangguhan, keunggulan, dan kesempurnaan tokoh Bima yang telah mampu dan berhasil memperoleh dan melaksanakan “Ilmu Sejati” yang menjukkan jalan kembali bertunggal dengan Tuhan yang Maha Esa di Taman Kemuliaan Abadi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Purusatama Wedding planner & organizer, yang juga peduli akan pembangunan dan pendidikan karakter bangsa, bekerja sama dengan Sekretariat Gedung Pewayangan Kautaman dan Sanggar Seni Langgeng Budaya, Jakarta, akan menyelenggarakan pagelaran tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci”. Kegiatan ini penting dilakukan karena dengan pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang lakon “Bima Suci” itu merupakan langkah praktis suatu proses transformasi nilai-nilai karakter bangsa, yakni dengan meneladan nilai-nilai kearifan lokal budaya nusantara dan tokoh Bima yang mampu memperoleh “Ilmu Sejati” sehingga memiliki karakter yang tangguh, unggul, jujur, arif, bijaksana, kasih sayang, religius, dan berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Jenis Kegiatan
Pertunjukan seni budaya tari nusantara yang meliputi: (1) tari Tiga Mentawai (Kalimantan), (2) tari Wiranata (Bali), (3) tari Remong (Jawa Timur), (4) tari Piring (Minang), (5) tari Berburu (Papua), dan (6) pertunjukan wayang orang dengan lakon “BIMA SUCI” oleh Sanggar Seni Langgeng Budaya, Jakarta, dengan pimpinan produksi Tati Prihanggodo, S.H.
3. Tujuan
- Menggali dan merepresentasikan nilai-nilai kearifan budaya nusantara yang terkandung dalam tari nusantara dan kisah “Bima Suci”.
- Mempedulikan dan melestarikan budaya bangsa tari nusantara dan wayang orang yang adiluhung dan edipeni.
- Mendidik jiwa dan karakter bangsa dengan meneladani nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam tari nusantara dan kisah “Bima Suci”.
Pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” diadalan pada hari Minggu, 20 Februari 2011, pukul 15.30—18.00 WIB, di Teater Kautaman, Gedung Pewayangan Kautaman, Jalan Raya Pintu 1 Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
5. Penonton
Penonton pertunjukan tari nusantara dan drama tari wayang orang dengan lakon “Bima Suci” ini diharapkan hadir 500 orang, baik penonton undangan (pejabat pemerintahan dan swasta, para penaja atau sponsor, dan tokoh-tokoh masyarakat) maupun penonton umum yang berminat datang dari masyarakat secara umum.
6. Tiket Masuk
Tiket masuk pertunjukan wayang ini dapat diperoleh melalui sekretariat Gedung Pewayangan Kautaman, Jalan Raya Pintu 1 TMII Jakarta Timur, setiap hari buku pukul 08.00—16.00 WIB, dengan harga tiket masuk:
VIP/utama : Rp200.000,00
Biasa : Rp150.000,00
7. Sinopsis Cerita
Bima Suci adalah Raden Bratasena, yang telah berhasil mendapatkan ”Ilmu Sejati” ialah ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi”, melalui petunjuk Sang Begawan Durna.
Raden Bratasena putra kedua Dewi Kunthi dengan mendiang Raja Pandhu Dewanata. Bratasena adalah satria yang gagah perkasa, tidak gentar dalam menghadapi segala rintangan walaupun harus terjun kedalam samudera untuk mendapatkan yang diinginkan agar cita-citanya tercapai.
Raden Bratasena sosok satria yang sangat patuh dan menghormati orang tua dan sayang kepada saudara-saudaranya, sebelum berangkat mencari ”Ilmu Sejati” ya ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi” terlebih dahulu minta do’a restu kepada Ibunda Dewi Kunthi. Dengan rasa haru, Dewi Kunthi merestui kepergian putra tercinta.
Dengan kegigihan Raden Bratasena, terkabul apa yang diinginkan. Setelah mendapatkan ”Ilmu Sejati” ialah ”Ilmu Sangkan Paraning Dumadi” ingin rasanya menyebarkan ilmu kepada semua umat. Terkandung niat dalam hatinya menjadi Brahmana dengan nama Begawan Bima Suci di Arga Kelasa wilayah negara Hastina.
Sebab menurutnya rakyat Hastinapura sangat membutuhkan ajaran hidup tentang kebenaran dan kesempurnaan. Raden Bratasena menganggap bahwa rakyat Hastina hidup dalam kekuasaan raja yang tamak, sehingga timbul dalam hati Raden Bratasena ingin sekali menjadikan rakyat Hastinapura menjadi umat yang baik.
Merasa posisi Prabu Duryudana terancam, maka ia mengirim utusan untuk mengusir Bima Suci. Dengan kegigihan Raden Bratasena, Sang Maha Kuasa memberikan perlindungan pada Bima Suci.
”Sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti”.