Thursday, 5 January 2017

Sarasehan Bahasa dan Sastra



SARASEHAN BAHASA DAN SASTRA MEMANTAPKAN IDENTITAS KEINDONESIAAN

Lukman Juhara

Palangkaraya-Kamis, 29 Desember 2016. Balai Bahasa Kalimantan Tengah menggelar Sarasehan Bahasa dan Sastra dengan tema “Bahasa dan Sastra Memantapkan Identitas Keindonesiaan”. Kegiatan yang digelar di Gedung Palampang Tarung Jalan Tjilik Riwut Km 5,5 ini diikuti lebih dari 80 perserta. Mereka adalah para peminat bahasa dan sastra, guru, dosen, seniman, dan mahasiswa. Walau dalam suasana libur semester dan akhir tahun, antusiasme peserta tetap tampak geliatnya.
Ketua Panitia, R. Hery Budhiono, M.A., menyatakan bahwa Sarasehan Kebahasaan dan Kesastraan ini bagian dari upaya memantapkan identitas keindonesia.
 

“Di tengah-tengah isu kebhinnekaan yang terusik oleh berbagai perbedaan pola pikir dan keyakinan, kita berusaha menyatukan keindonesian kita. Bahasa dan sastra Indonesia kita yakini senantiasa akan terus menjadi perekat persatuan di tengah keberagaman yang akan terus ada selama NKRI masih tegak berdiri,” katanya saat memberikan laporan.
Sejalan dengan hal itu, Kepala Balai Bahasa Kalimantan Tengah, Drs. Haruddin, M.Hum., menyatakan bahwa bahasa Indonesia harus selalu kita junjung, bukan kita jinjing. Kita menjunjung bahasa Indonesia berarti menempatkan bahasa Indonesia pada posisi yang terhormat dan tertinggi.
“Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sudah membulatkan tekad kita untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Mengutamakan bahasa Indonesia bukan berarti mengenyampinga bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa daerah tetap kita lestarikan karena bahasa daerah yang jumlahnya lebih dari 750 adalah kekayaan budaya yang merupakan identitas nasional dan juga berkontribusi bagi perkembangan bahasa Indonsia. Pun bahasa asing juga perlu kita kuasai sebagai bagian dari upaya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya saat membuka sarasehan.
“Sungguh sangat disayangkan jika masih ada di antara kita yang meremehkan bahasa Indonesia. Para peneliti asing saja meyakini bahwa bangsa ini sangat besar dan kaya akan budaya dan sumber daya alam. Segala sesuatu tentang dunia bisa terwakili apa yang ada di Indonesia. Nah, tanpa belajar bahasa Indonesia, mereka tak bisa belajar tentang Indonesia. Mereka juga yakin jika bahasa Indonesia benar-benar dijunjung oleh bangsa ini, niscaya 35 tahun yang akan datang Indonesia akan menjadi salah satu dari 15 bangsa besar di dunia,” katanya mendapat perhatian hadirin.
Selanjutnya, tampil sebagai narasumber dalam sesi sarasehan yang pertama adalah Prof. Kumpiady Widen, M.A., Ph. D. Dalam paparannya ia mengemukakan pentingnya partisipasi banyak pihak untuk memperkuat identitas melalui bahasa dan sastra. Sekolah, sangar seni, museum, dan media massa harus berperan aktif mengangkat bahasa dan sastra agar lebih dikenal dan dicintai publik. Begitu pula institusi seperti Balai Bahasa, Dinas Pariwisata, perguruan tinggi, dan seluruh elemen harus turut berkiprah aktif dan bekerja nyata untuk memperkuat identitas nasional di tengah arus globalisasi yang kian menderas dengan segala persaingan di berbagai bidang.
“Kita sudah memiliki identitas nasional dan identitas etnik. Modal dasar ini yang harus diperkuat dan dipertahankan agar kita tidak kehilangan ciri keindonesian,” kata Guru Besar Ilmu Antropologi sekaligus Dekan FISIP Universitas Palangka Raya ini.
Sementara itu, narasumber kedua, Drs. Puji Santosa, M.Hum., mempresentasikan butir-butir makalahnya yang berjudul “Keberagaman Sastra di Indonesia dalam Membangun Keindonesiaan”. Menurutnya, keanekaan sastra di negeri ini tidak melemahkan semangat untuk membangun keindonesiaan yang lebih tinggi, lebih baik, lebih beradab, dan lebih bermartabat.
“Bangsa kita sangat multimajemuk dan multiultural. Sangat kaya dengan keberagaman inilah yang justru menjadi kekuatan untuk terus menginspirasi bagi terbangunnya keindonesiaan yang utuh,” kata peneliti senior Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ini.

Menanggapi berbagai komentar dan pertanyaan peserta yang mengkhawatirkan eksistensi bahasa Indonesia di tengah derasnya pengaruh bahasa asing yang melanda, pria yang pernah menjabat Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah 2006—2008 ini mengajak agar semua pihak mempelajari bahasa Indonesia dengan serius.
“Gunakan bahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun. Kita punya dasar yang kuat. Sumpah Pemuda 1928, UUD 1945, dan UU No. 24 Tahun 2009 telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai posisi tertinggi. Oleh karena itu, kita harus terus membangun keindonesiaan ini selama NKRI masih tegak berdiri,” tandasnya mantap di hadapan hadirin siang tadi.
Menariknya, dalam sesi tanya jawab Puji Santosa menyempatkan untuk berbagi karya-karyanya berupa buku-buku tentang bahasa dan dan sastra.
“Beberapa buku tulisan karya saya ini saya bawa khusus untuk para peserta saresahan yang berpartisipasi dengan memberikan pertanyaan atau tanggapan,” katanya tersenyum dan mendapat aplaus yang meriah. (L.J)




No comments:

Post a Comment

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan