SARASEHAN BAHASA DAN SASTRA MEMANTAPKAN
IDENTITAS KEINDONESIAAN
Lukman
Juhara
Palangkaraya-Kamis, 29 Desember 2016. Balai Bahasa Kalimantan
Tengah menggelar Sarasehan Bahasa dan Sastra dengan tema “Bahasa dan Sastra
Memantapkan Identitas Keindonesiaan”. Kegiatan yang digelar di Gedung Palampang
Tarung Jalan Tjilik Riwut Km 5,5 ini diikuti lebih dari 80 perserta. Mereka
adalah para peminat bahasa dan sastra, guru, dosen, seniman, dan mahasiswa.
Walau dalam suasana libur semester dan akhir tahun, antusiasme peserta tetap
tampak geliatnya.
Ketua Panitia, R. Hery Budhiono, M.A., menyatakan bahwa
Sarasehan Kebahasaan dan Kesastraan ini bagian dari upaya memantapkan identitas
keindonesia.
“Di tengah-tengah isu kebhinnekaan yang terusik oleh berbagai
perbedaan pola pikir dan keyakinan, kita berusaha menyatukan keindonesian kita.
Bahasa dan sastra Indonesia kita yakini senantiasa akan terus menjadi perekat
persatuan di tengah keberagaman yang akan terus ada selama NKRI masih tegak
berdiri,” katanya saat memberikan laporan.
Sejalan dengan hal itu, Kepala Balai Bahasa Kalimantan
Tengah, Drs. Haruddin, M.Hum., menyatakan bahwa bahasa Indonesia harus selalu
kita junjung, bukan kita jinjing. Kita menjunjung bahasa Indonesia berarti
menempatkan bahasa Indonesia pada posisi yang terhormat dan tertinggi.
“Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sudah membulatkan tekad kita
untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Mengutamakan bahasa
Indonesia bukan berarti mengenyampinga bahasa daerah dan bahasa asing. Bahasa
daerah tetap kita lestarikan karena bahasa daerah yang jumlahnya lebih dari 750
adalah kekayaan budaya yang merupakan identitas nasional dan juga berkontribusi
bagi perkembangan bahasa Indonsia. Pun bahasa asing juga perlu kita kuasai
sebagai bagian dari upaya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya
saat membuka sarasehan.
“Sungguh sangat disayangkan jika masih ada di antara kita
yang meremehkan bahasa Indonesia. Para peneliti asing saja meyakini bahwa
bangsa ini sangat besar dan kaya akan budaya dan sumber daya alam. Segala
sesuatu tentang dunia bisa terwakili apa yang ada di Indonesia. Nah, tanpa
belajar bahasa Indonesia, mereka tak bisa belajar tentang Indonesia. Mereka
juga yakin jika bahasa Indonesia benar-benar dijunjung oleh bangsa ini, niscaya
35 tahun yang akan datang Indonesia akan menjadi salah satu dari 15 bangsa
besar di dunia,” katanya mendapat perhatian hadirin.
Selanjutnya, tampil sebagai narasumber dalam sesi sarasehan
yang pertama adalah Prof. Kumpiady Widen, M.A., Ph. D. Dalam paparannya ia
mengemukakan pentingnya partisipasi banyak pihak untuk memperkuat identitas
melalui bahasa dan sastra. Sekolah, sangar seni, museum, dan media massa harus
berperan aktif mengangkat bahasa dan sastra agar lebih dikenal dan dicintai
publik. Begitu pula institusi seperti Balai Bahasa, Dinas Pariwisata, perguruan
tinggi, dan seluruh elemen harus turut berkiprah aktif dan bekerja nyata untuk
memperkuat identitas nasional di tengah arus globalisasi yang kian menderas
dengan segala persaingan di berbagai bidang.
“Kita sudah memiliki identitas nasional dan identitas etnik.
Modal dasar ini yang harus diperkuat dan dipertahankan agar kita tidak
kehilangan ciri keindonesian,” kata Guru Besar Ilmu Antropologi sekaligus Dekan
FISIP Universitas Palangka Raya ini.
Sementara itu, narasumber kedua, Drs. Puji Santosa, M.Hum.,
mempresentasikan butir-butir makalahnya yang berjudul “Keberagaman Sastra di
Indonesia dalam Membangun Keindonesiaan”. Menurutnya, keanekaan sastra di
negeri ini tidak melemahkan semangat untuk membangun keindonesiaan yang lebih
tinggi, lebih baik, lebih beradab, dan lebih bermartabat.
“Bangsa kita sangat multimajemuk dan multiultural. Sangat
kaya dengan keberagaman inilah yang justru menjadi kekuatan untuk terus
menginspirasi bagi terbangunnya keindonesiaan yang utuh,” kata peneliti senior
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa ini.
Menanggapi berbagai komentar dan pertanyaan peserta yang
mengkhawatirkan eksistensi bahasa Indonesia di tengah derasnya pengaruh bahasa
asing yang melanda, pria yang pernah menjabat Kepala Balai Bahasa Provinsi
Kalimantan Tengah 2006—2008 ini mengajak agar semua pihak mempelajari bahasa
Indonesia dengan serius.
“Gunakan bahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun.
Kita punya dasar yang kuat. Sumpah Pemuda 1928, UUD 1945, dan UU No. 24 Tahun
2009 telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai posisi tertinggi. Oleh karena
itu, kita harus terus membangun keindonesiaan ini selama NKRI masih tegak
berdiri,” tandasnya mantap di hadapan hadirin siang tadi.
Menariknya, dalam sesi tanya jawab Puji Santosa menyempatkan
untuk berbagi karya-karyanya berupa buku-buku tentang bahasa dan dan sastra.
“Beberapa buku tulisan karya saya ini saya bawa khusus untuk
para peserta saresahan yang berpartisipasi dengan memberikan pertanyaan atau tanggapan,”
katanya tersenyum dan mendapat aplaus yang meriah. (L.J)
No comments:
Post a Comment