PRANATA MANGSA
Pranata mangsa berarti ketentuan akan penanggalan
hal ini berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian,
khususnya untuk kepentingan bercocok tanaman
juga ketentuan bagi nelayan untuk penangkapan ikan.
Pranata mangsa berbasis peredaran matahari
siklusnya setahun berumur 365 atau 366 hari
di dalamnya memuat pelbagai aspek fenologi
dan gejala alam lain yang dimanfaatkan petani
sebagai pedoman dalam kegiatan usaha bertani
serta persiapan diri menghadapi pelbagai situasi
seperti bencana kekeringan, kebanjiran, hama padi,
wabah penyakit, dan serangan gangguan lain, berarti
sewaktu-waktu timbul bencana, sudah dapat diprediksi
sehingga para petani dan nelayan mampu mengatasi diri.
Mangsa Kasa, bulan pertama, Kartika, selama 41 hari
mulai 22 Juni sampai 1 Agustus, candranya berbunyi
sesotya murcå ing embanan, kurang lebihnya
berarti,
permata melepaskan diri dari ikatan yang menguntai,
maksudnya daun-daun berguguran dari pepohon inti,
kayu-kayu pun mengering, belalang masuk ke bumi,
petani membakar jerami, saatnya palawija ditanami.
Mangsa Karo, bulan kedua, Pusa, berlaku 23 hari saja
dimulai 2 Agustus sampai 24 Agustus, bunyi candranya
bantala rengka, maksudnya bumi merekah pecah, pusa:
tanah kering, sumber mata air berhenti mengalir, juga
terjadi paceklik, dan bencana kekeringan di mana-mana
namun pohon randu dan pohon mangga justru berbunga.
Mangsa Katelu, bulan ketiga, Manggasri, 24 hari lamanya
mulai 25 Agustus sampai 18 September, bunyi candranya
suta manut ing bapa, artinya anak menurut
pada bapaknya
tanaman merambat mulai setapak menaiki lanjaran yang ada
rebung pohon bambu bermunculan ke permukaan persada,
dan panen palawija sudah dapat dimulai, sebagai pertanda
menyambut pesta kerja dan dilakukan dengan sekuat tenaga.
Mangsa Kapat, bulan keempat, Sitra, berlaku 25 hari saja
mulai 19 September sampai 13 Oktober, bunyi candranya
waspa kumembeng jroning kalbu, candra demikian
bermakna
airmata mulai menggenang dalam kalbu manusia, maksudnya
mata air mulai terisi kembali, kapuk randu mulai berbuah,
juga
semarak berbuah pohon kuweni, salak, dhuwet, dan mangga,
serta mulai bertelur burung-burung manyar, gelatik, dan
gereja,
setelah panen palawija diganti dengan mengolah lahan padi
gaga
sebagai persiapan diri menyambut berganti musim penghujan
tiba.
Mangsa Kalima, bulan kelima, juga disebut dengan Manggakala,
mulai 14 Oktober sampai 9 November, jadi 27 hari
berlakunya,
candranya berbunyi, pancuran
emas sumawur ing jagat raya,
pancuran emas mulai bertaburan di dunia, sebagai suatu
pertanda
bahwa sudah ada hujan besar mulai turun membasahi bumi
persada
pohon asam Jawa mulai menumbuhkan daun-daunnya yang muda
dan ulat-ulat mulai bermunculan, juga laron keluar dari
liangnya,
lempuyang dan temu kunci mulai bertunas, ikut serta jadi
pertanda
para petani mulai menyebar bibit padi gaga di lahan
pekarangannya.
Mangsa Kaenem, bulan keenam, labuh udan, disebut juga Naya
mulai 10 November sampai 22 Desember, ada 43 hari
berlakunya,
candranya berbunyi, råså mulyå kasucian, candra demikian bermakna
rasa mulia disertai dengan kesucian, oleh karena
pelbagai buah yang ada
seperti manggis, durian, duku, rambutan, belimbing,
nanas, dan nangka
berbuah ranum-ranum dan segar, ikut serta
menyemarakkan suasana
burung belibis mulai kelihatan di sawah-sawah yang
berair, menari ria
para petani berpesta kerja menyebar benih padi di
pembenihan sawahnya.
Mangsa Kapitu, bulan ketujuh, rendheng udan, disebut juga Palguna
mulai dari 23 Desember sampai 3 Februari, berlakunya
43 hari juga
candranya berbunyi, wiså kéntir ing marutå, candra demikian bermakna
racun hanyut bersama
angin, maksudnya banyak penyakit merajalela,
hujan deras-derasnya, sungai-sungai meluap, banjir pun
di mana-mana
oleh karena harap waspada, sewaktu-waktu tanah longsor
jadi bencana
dan sudah saatnya para petani memindahkan bibit padi
ke sawahnya.
Mangsa Kawolu, bulan kedelapan, rendheng pangarep, disebut Wisaka
mulai dari 4 Februari sampai 28/29 Februari, jadi
25/26 hari berlakunya
candranya berbunyi, anjrah jroning kayun, candra demikian bermakna
merasuk dalam kehendak, pertanda musim kucing kawin maksudnya,
tanaman padi mulai menghijau, indah seperti pengantin
baru layaknya,
dan si uret pun mulai terlihat bermunculan di permukaan bumi persada.
Mangsa Kasanga, bulan kesembilan, rendheng pangarep, disebut Jita
mulai dari 1 Maret sampai 25 Maret, jadi ada 25 hari
masa berlakunya
candranya berbunyi, wedharing wacånå mulyå, candra ini bermakna
terbabarnya kata-kata mulia, sudah dijanjikan akan
jadi kenyataan, juga
ada tanda beberapa hewan mulai
bersuara untuk memikat lawan jenisnya
jangkrik mulai muncul ke permukaan, tonggeret dan gangsir mulai bersuara,
banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran di bumi persada
dan yang membahagikan bagi para petani adalah padi-padi mulai berbunga.
Mangsa Kasepuluh, bulan kesepuluh, mareng pangarep, disebut Srawana
mulai dari 26 Maret sampai 18 April, jadi ada 24 hari
masa berlakunya
candranya berbunyi, gedhong mineb jroning kalbu, candra ini bermakna
gedung terperangkap dalam
kalbu, gedung-gedung sudah tidak terbuka,
yang dimaksudkan adalah sudah masanya banyak hewan bunting, dan juga
burung-burung, ayam, itik, bebek, angsa, dan merpati
menetaskan telurnya
serta yang membahagiakan para petani adalah padi sudah
menguning tua.
Mangsa Dhestha, bulan kesebelas, mareng panen, disebut Padrawana
mulai dari 19 April sampai 11 Mei, jadi ada 23 hari
masa berlakunya
candranya berbunyi, sesotyå sinåråwèdi, candra demikian bermakna
intan permata bersinar amat mulia, alam semarak berbuah hasil nyata
buah kapuk randu merekah, burung-burung memberi makan anaknya,
padi génjah, padi tanaman berumur pendek, saatnya petani panen raya.
Mangsa Sadha, bulan keduabelas, mareng terang, Asuji sebutannya
mulai dari 12 Mei sampai 21 Juni, jadi ada 41 hari
masa berlakunya
candranya berbunyi, tirtå sah saking sasånå, candra ini bermakna
air terpisah dari tempatnya, maksudnya jarang berkeringatan karena
suhu begitu dingin, cuaca kering, musim bedinding, turun suhu udara
serta para petani mulai kembali menyiapkan sawahnya
untuk palawija
menanam kedelai, kacang, kapas, jagung, ubi, singkong, dan juga nila
agar sawah dan pekarangan menghasilkan sesuatu dapat berguna.
Pranata mangsa dalam versi pengetahuan
tetap dipegang teguh petani atau nelayan
diwariskannya turun-temurun secara lisan
di Jawa bersifat kewaktuan dan tempatan.
Sentul, 29 Juni 2015