Sunday, 2 November 2014

ABDUL FATAH NAHAN: PENULIS CERITA RAKYAT KALTENG


Pengantar
Pada hari Rabu, 29 Oktober 2014, saya mengunjungi sahabat lama saya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yakni seorang pelestari cerita rakyat Kalimantan Tengah, Bapak Abdul Fatah Nahan (66 tahun), di rumah beliau, Jalan Delima 15, RW V Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Senang sekali beliau menyambut kedatangan saya, sebab sudah lebih enam tahun tidak berjumpa. Semasa saya menjadi Kepala  Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah (2006—2008), beliau sering hadir untuk kerja sama kegiatan kesastraan Balai Bahasa Provinsi Kalteng. Untuk mengingat kerja sama itu lebih jauh akan jasa beliu dalam pelestarian Cerita Rakyat Kalteng, berikut diturunkan dua tulisan tentang beliau, yang pertama dari mas Cyprianus Anto Saptowalyono, wartawan Kompas yang ketika saya menjabat sebagai Plt Kepala Balai Bahasa Kalteng sering meliputi kegiatan yang saya lakukan, dan tulisan Darmawati MR, staf Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah kala sayua menjabat tersebut, sekarang Darmawati berpindah tugas ke Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo.



ABDUL FATTAH NAHAN:  PELESTARI CERITA RAKYAT KALTENG

Oleh C Anto Saptowalyono
(Wartawan Kompas)

Di toko buku mudah dijumpai berbagai judul cerita rakyat dari Jawa, seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Asal Mula Kota Banyuwangi, dan Sangkuriang. Namun, coba cari buku cerita rakyat Kalimantan Tengah, sulit ditemukan. Gejala ini mengusik Abdul Fattah Nahan, penulis cerita rakyat Kalteng.

Langkanya buku cerita rakyat Kalteng bukan karena provinsi seluas hampir satu setengah kali Pulau Jawa ini tidak mempunyai cerita rakyat. Justru sebaliknya, Kalteng kaya dengan khazanah cerita rakyat. Persoalannya, cerita rakyat Kalteng lazimnya diwariskan turun-temurun secara lisan, berwujud folklor dan belum dibukukan. Cerita  rakyat itu tersimpan dan tersebar dari generasi ke generasi melalui penuturan lisan, tak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan meski pendokumentasian tertulis diyakinilebih aman dibandingkan dengan lewat penuturan lisan yang dibatasi kekuatan ingatan.

Obsesi untuk melestarikan folklor Kalteng agar tidak punahlah yang kemudian menggerakkan jemari AF Nahan, demikian namanya disingkat, untuk mendokumentasikan cerita rakyat Dayak di jantung Kalimantan ini. Pria yang dari kakek-neneknya mengalir darah berbagai suku bangsa, yakni Mindanao, Ot Danum, Ma'anyan, China, Siang, Bakumpai, dan Banjar ini, lalu dikenal sebagai penulis cerita rakyat Kalteng yang paling produktif.

Buktinya, AF Nahan sudah menulis folklor lebih dari 300 judul dalam bahasa Indonesia, 60 judul dalam bahasa Dayak Ngaju, dan 20 judul dalam bahasa Dayak Ma'anyan. Tulisan folklor tersebut banyak yang dimuat dalam media cetak Kalteng Pos, Media Kalteng, Dayak Pos,Suara Kalteng, dan Palangka Pos. "Cerita yang saya tulis ini belum seberapa dibanding banyaknya cerita rakyat di Kalteng," kata AF Nahan yang ditemui di rumahnya, Jalan Melati Nomor 15, Kompleks Perumahan Chusus Palangkaraya.




Toponimi
Penuturan AF Nahan ditinjau dengan menggunakan pendekatan toponimi, cabang ilmu yang menyelidiki nama tempat. Di Kalteng ada lebih dari 1.300 folklor yang mengisahkan asal mula desa. Angka 1.300-an ini mengacu pada jumlah desa di Kalteng.

Ini baru kisah mengenai asal mula desa, belum menyangkut legenda yang biasanya dipunyai masing-masing desa. Artinya, pernyataan AF Nahan bahwa Kalteng kaya dengan cerita rakyat memang memiliki landasan. Apalagi AF Nahan mendasarkan tulisan cerita rakyatnya berangkat dari hasil pendokumentasian langsung di lapangan. Ini terkait dengan riwayat pekerjaannya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalteng (dulu Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional).

Tugas itu memberi dia kesempatan mengunjungi daerah- daerah di pelosok Kalteng. Kesempatan itu dia gunakan antara lain untuk mendata dan menyusun daftar inventaris benda cagar budaya atau situs se-Kalteng.

Di tiap daerah yang dikunjungi, dia mengumpulkan sebanyak mungkin data yang kelak menjadi bahan cerita rakyat. AF Nahan merasa beruntung bisa melakukan hal itu karena posisinya sebagai anggota staf khusus kepurbakalaan di kantor tersebut. "Banyak sumber cerita rakyat yang saya tulis telah saya dengar dari tatum, sansana, tumetleot, dan karungut. Keempatnya adalah sastra lisan dari subsuku Dayak Ot Danum, Kapuas, Ma'anyan, dan Ngaju, yang ditampilkan dalam upacara terkaitdaur hidup mulai kelahiran hingga kematian," cerita AF Nahan, yang termasuk tim perekam sastra lisan tatum, proyek Sekretariat Daerah Kalteng ini.




Sesajian
Ada beberapa pengalaman mistis atau tak terjangkau akal yang dilalui AF Nahan dalam tahap pencarian sumber maupun penulisan materi cerita rakyat Kalteng. Dia pernah harus menyediakan piduduk, yakni sesajian yang memungkinkan tetua dari suatu daerah dapat kembali atau semacam menerawang pada suatu masa berlangsungnya suatu kisah. Ini demi agar penuturan kembali cerita rakyat itu mendekati bentuk yang asli. "Ini untuk menjaga validitas kisah agar mendekati kenyataan, seperti dituturkan sejak awal," katanya meyakinkan.

Terkait folklor Dayak, AF Nahan juga meyakini bahwa tidak semua cerita itu bisa dituliskan. Ada hal yang dapat dituliskan, tetapi ada pula hal yang tidak boleh dituliskan. Karena itulah, ia berusaha agar penulisan cerita rakyat Kalteng dapat dikemas dengan kalimat yang pas.
"Tulisan di komputer bisa langsung hilang kalau saya menuliskan hal yang seharusnya tidak boleh dituliskan, atau ketika saya menulis tidak seperti apa adanya. Dua-tiga kali saya mengalami hal seperti itu," katanya.

Ditambah kemampuannya membaca huruf Arab pegon yang dia pelajari sewaktu menuntut ilmu di sekolah rakyat (sekolah dasar) hingga sekolah menengah atas, AF Nahan pun mampu membaca tulisan yang tertera pada batu-batu, seperti di Kabupaten Murung Raya. Semua informasi itu menjadi materi yang berharga dalam "proyek" penulisan cerita rakyat Kalteng.




Telik Sandi
Pemahaman dan daya jelajah AF Nahan ke berbagai pelosok Kalteng untuk pengumpulan bahan cerita rakyat juga tidak lepas dari pengalamannya mengikuti pelatihan telik sandi dan pertahanan wilayah tahun 1969. Momentum pada masa kerja itu termanfaatkan dan tertuai hasilnya sejak tahun 1999 saat AF Nahan mulai intensif menuliskan cerita rakyat.

Lewat pengalaman telik sandi dan pertahanan, dia menguasai teknik bertanya, mendengarkan, dan menangkap hal-hal yang penting dalam sebuah cerita. "Orang jadi mau bertutur tentang berbagai cerita rakyat yang diketahuinya. Ini memudahkan saya dalam mengumpulkan informasi."

Selain cerita rakyat, AF Nahan juga banyak menulis tentang hal ihwal nilai tradisional Dayak, semisal tentang upacara pernikahan adat, makanan tradisional, dan upacara tiwah untuk mengantar roh leluhur. Dia juga pernah menyunting buku tentang busana pengantin daerah Kalteng dan naskah kebudayaan daerah.

Belakangan, dia mencoba membukukan semua cerita rakyat Kalteng yang selama ini telah dia tulis dan kumpulkan. Untuk sementara, dia sudah merangkumnya dalam sebuah master tulisan yang terdiri atas lima buku. Masing-masing buku berisi sekitar 40 cerita. "Selain yang sudah saya kumpulkan dalam master tulisan, sebenarnya masih banyak cerita lepas yang belum sempat saya bukukan," katanya.

Kegigihan AF Nahan selama ini telah menghasilkan ratusan cerita rakyat yang telah terdokumentasikan dalam bentuk tulisan. Sayangnya, dia tak punya cukup dana atau sponsor yang mau menerbitkan cerita-cerita rakyat tersebut. Namun, kesulitan itu tak menyurutkan tekadnya untuk terus berupaya menuliskan cerita rakyat Kalteng. Bagaimanapun, kata AF Nahan, cerita rakyat itu harus terdokumentasikan sebab di sini tersimpan petuah yang baik.

BIODATA
    *Nama : Abdul Fattah Nahan     *Lahir: Banjarmasin, 7 April 1948     -Sekolah Rakyat Negeri Banjarmasin     -SMP Negeri Palangkaraya     -SMA Negeri Palangkaraya     -Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas       Palangkaraya     *Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil     *Istri     : Karmela Ilyas (59)     *Anak:     -Fazia Apriani (31)     -Aisya Haryani (29)     -Muammar Fadhil (28)     -Raila Samaradziya (23)     *Penghargaan: Satyalencana Karya Setia 20 Tahun





ABDUL FATAH NAHAN
(Darmawati MR)

Abdul Fattah Nahan adalah salah seorang sastrawan yang sangat memedulikan kelestarian sastra daerah Kalimantan Tengah. Dia merupakan budayawan sekaligus penulis folklor. Di tangan seorang Abdul Fattah Nahan, puluhan cerita rakyat berhasil diramu dan dinaskahkan sehingga masyarakat tempat ia berkarya tidak kehilangan akar budayanya. Abdul Fattah Nahan sering menggunakan nama Togog dalam beberapa karyanya. Karyanya berbentuk esai, folklor dalam bahasa Dayak Ngaju, dan cerita rakyat Kalimantan Tengah.

Di dalam tubuh anak keempat dari 6 bersaudara itu mengalir darah berbagai suku bangsa (Moro-Mindanau, Ot Danum, Siang, Bakumpai, Banjar, Maanyan dan Cina). Darah Cina diperolehnya dari sang ayah, Jehudi Frans Nahan yang berdarah campuran Cina-Dayak. Ketika menjadi muallaf, sang ayah yang lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tahun 1905 berganti nama menjadi Fakhruddin Nahan. Ayah Abdul Fattah Nahan yang telah meninggal pada tahun 1980 merupakan lulusan seminari dan semasa hidupnya bekerja sebagai guru sekolah rakyat. Ibu Abdul Fattah Nahan yang lahir di Puruk Cahu, Kalimantan Tengah pada tahun 1930 bernama Hadriah Duraid. Sang ibu yang bersuku Dayak juga telah meninggal dunia pada tahun 1967.

Pada tanggal 6 Oktober 1974 Abdul Fattah Nahan menikahi Karmela. Dari perempuan yang lahir di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah pada tanggal 25 Juli 1949 itu, Abdul Fattah Nahan memperoleh empat orang anak, yaitu Fazia Apriyani, S.E.(lahir di Palangkaraya, 29 April 1977), Aisha Haryani, S.Pd. (lahir di Palangkaraya, 6 Februari 1979), Muammar Fadhil, S.T.(lahir di Palangkaraya, 1 November 1980), dan Raila Samadziya (lahir di Palangkaraya, 28 Februari 1985)     Abdul Fattah Nahan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1960 di Banjarmasin. Pendidikan sekolah menengah pertama diselesaikannya pada tahun 1964 di Palangkaraya. Setelah itu ia memasuki sebuah sekolah menengah atas di Palangkaraya dan diselesaikannya pada tahun 1967. Setamat SMA, Abdul Fattah Nahan melanjutkan pendidikannya di Universitas Palangkaraya dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 1993. Pendidikan informal yang pernah diperoleh Abdul Fattah Nahan antara lain Basic Course Intelligence (1969), Penataran Wartawan LKBN Antara (1975), Penataran Kewartawanan (1977), Diklat Kesejarahan/ Kepurbakalaan (1980), dan Bahasa Indonesia non Guru Bahasa (2000.

Abdul Fattah Nahan memulai karirnya di Palangkaraya pada tahun 1968 sebagai Tata Usaha APDN, Guru SPGN Palangkaraya sekaligus menjadi mandor bangunan. Kemudian pada tahun 1969, Abdul Fattah Nahan beralih profesi menjadi teknisi listrik dan surveyor. Abdul Fattah Nahan juga pernah menjadi koresponden LKBN Antara pada tahun 1975. Tahun 1978 Abdul Fattah Nahan memulai karirnya sebagai PNS di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Tengah. Abdul Fattah Nahan juga aktif di berbagai organisasi. Abdul Fattah Nahan muda merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (1968-1971). Ia pernah menjadi wakil ketua IV di DPC APP-GMTPS kota Palangkaraya (1999-2006). Abdul Fattah Nahan juga tercatat sebagai anggota KKB dari tahun 1968 sampai tahun 2007. Saat ini Abdul Fattah Nahan menjabat sebagai ketua CENKAISCT (Central Kalimantan, Information for Science, Cultural and Tourism), Sekretaris MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) Provinsi Kalteng, dan Anggota Komite Seni Sastra DKD (Dewan Kesenian Daerah) Provinsi Kalimantan Tengah periode 2007-2011.


Abdul Fattah Nahan pernah memperoleh penghargaan dari ITB (survey Listrik Micro-Hidro) pada tahun 1972. Dia juga pernah mendapatkan penghargaan dari Mendagri pada tahun 1982, 1997, dan 2002 sebagai ketua KPPS. Penghargaan dari Borneo Research Council diperolehnya pada tahun 1982 atas usahanya mengamati naskah-naskah kuno. Pada tahun 2000 Abdul Fattah Nahan dianugerahi penghargaan Satya Lencana karya Setia XX dari Presiden RI.

Abdul Fattah Nahan memulai karir kepenulisanya sejak SMA. Motivasi Abdul Fattah Nahan ketika pertama kali menulis sederhana, dia ingin mencoba kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, mengukur keberhasilannya menyusun kata-kata dan membentuk kalimat yang dapat dimengerti maksudnya oleh semua orang. Atas jerih payahnya yang begitu besar terhadap cerita rakyat, Abdul Fattah Nahan pernah menjadi juara I pada lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan oleh BKSNT Pontianak pada tahun 2001.

Abdul Fattah Nahan menguasai Bahasa Inggris secara aktif. Dia juga mampu memahami bahasa Belanda, Arab dan Jerman secara fasif. Di samping unsur bahasa daerah (Dayak Ngaju, Dayak Maanyan dan Banjar), Abdul Fattah Nahan seringkali menyisipkan istilah asing (Bahasa Inggris dan Belanda) dalam beberapa karyanya. Istilah daerah yang dia gunakan merupakan usahanya untuk melestarikan kelangsungan bahasa daerah. Abdul Fattah Nahan juga merupakan pengalih aksara dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Segmen pembaca karya-karya Abdul Fattah Nahan tidak terbatasi oleh usia.
    
Pensiunan PNS lingkungan Depdikbud Provinsi Kalimantan Tengah itu telah menulis dan menerjemahkan berbagai cerita rakyat daerah Kalimantan Tengah dari bahasa daerah ke Bahasa Indonesia. Pada tahun 1966 karya Abdul Fattah Nahan mengenai binatang- binatang yang dijumpai di hutan dimuat oleh majalah Teruna (PN Balai Pustaka Jakarta). Tulisannya yang berjudul Satwa-Satwa Pemberi Dahiang itu mengungkap pekikan binatang hutan yang dapat menjadi pertanda bagi manusia.

Karya pertamanya yang berupa legenda Tumanggung Juntum dan Balapah dimuat di majalah Senang pada tahun 1982. Beberapa karyanya juga pernah dimuat di majalah Zenith, dan Intisari, namun karena saat itu mesin tik dan fotokopi belum begitu populer, banyak karyanya yang tidak sempat ia arsipkan. Setelah tahun 1999 Ia berusaha mengarsipkan dan mendata karyanya untuk dikirimkan ke Borneo Research Council di Serawak (Malaysia Timur) sebagai syarat mengikuti penghargaan tahunan tingkat ASEAN. Hal itu dilakukannya karena Abdul Fattah Nahan melihat tidak adanya upaya penghargaan kesastraan di dalam negeri sendiri. Tulisannya telah mencapai ratusan menyangkut adat istiadat, folklor dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Dayak Ngaju) yang dimuat dalam koran lokal Kalteng Pos, Media Kalteng, Suara Kalteng, Palangka Pos dan Dayak Pos. Tulisan Abdul Fatah Nahan juga berupa catatan sejarah dan pariwisata daerah serta lingkungan hidup (dalam tim). Terdapat kurang lebih 15 judul yang belum sempat teridentifikasi. Tahun 2007 Abdul Fattah Nahan menggarap 3 buah buku tentang adat istiadat, biografi tokoh dan sejarah.


Beberapa karya Abdul Fattah Nahan yang telah dibukukan dan dipublikasikan di antaranya: 

  1. Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Tengah (Depdikbud, 2002),
  2. Cerita Rakyat Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Depdikbud, 2002),
  3. Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Tengah (Dinas Persenibud Kota Palangkaraya, 2004), dan
  4. Cerita Rakyat Daerah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pulang Pisau, 2006).
Pada saat ensiklopedia ini disusun, seorang mahasiswa suku Dayak yang sedang menempuh pendidikan bahasa dan sastra Jepang mencoba menyalin sebanyak 200 judul cerita yang ditulis oleh Abdul Fattah Nahan ke dalam bahasa Jepang, bekerja sama dengan The Japan Foundation. Esai Abdul Fattah Nahan mengenai sejarah Kabupaten Kotawaringin Barat menjadi lawatan sejarah oleh BKSNT Pontianak. Selain itu, esainya yang berjudul Kepingan Sejarah Kalimantan Tengah dijadikan bahan ajaran muatan lokal. Abdul Fattah Nahan lebih menikmati genre folklor dalam berkarya. Selama bertugas di bidang Kebudayaan kurang lebih 24 tahun, dia telah membuat pendataan tentang folklor. Ia melakukann pendataan itu di tengah kesibukan penyuluhan kebudayan ke daerah-daerah, juga ketika mengawasi pemugaran bangunan purbakala. Pengumpulan data dilakukannya dengan mengobrol sambil merekam semua yang ia dapatkan, “Sambil menyelam minum air”, katanya. Ketika diajukan pertanyaan mengenai sampai kapan dia akan menulis, ia spontan menjawab,”Saya akan terus menulis sampai otak saya masih mampu diajak berpikir. Saya akan terus menggali kekayaan budaya Kalimantan Tengah, ibarat kata Tjilik Riwut Maneser Panatau Tatu Hiang, menyelami kekayaan leluhur”, paparnya lagi.

Menurut Abdul Fatah Nahan, sastra Indonesia saat ini sudah semakin maju, sayangnya penghargaan di bidang kesusastraan masih sangat sedikit. Dia sangat mengharapkan pemerintah daerah turut memerhatikan kelangsungan dan kelestarian sastra daerah, misalnya dalam bentuk penghargaan yang sesuai, baik berupa bantuan peralatan (seperti komputer) maupun dukungan atas upaya penyebarluasan dan pencatatan karya sastra daerah. “Yah, ibarat perhatian seorang ayah kepada anaknya”, kelakarnya. Satu hal lagi Abdul Fattah Nahan juga mengeluhkan selama bergelut sebagai penulis cerita rakyat kerap terjadi pembajakan atas karya-karya oleh beberapa pihak.


(Darmawati M.R., staf Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah, 2006—2009, lalu mulai tahun 2010 berpindah tugas ke Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo, tulisan di atas sebagai bahan penulisan Ensiklopedia Sastra Kalimantan Tengah, dan dimuat di laman Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah yang saya rintis, dan beberapa tahun kemudian laman tersebut mati)


2 comments:

  1. Alhamdulillah, semoga sastra Kalteng terus berkembang dan tokoh tokoh seperti Pak Fatah Nahan terus bermunculan. Salut Pak.

    ReplyDelete

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan