Pengantar
Pada hari Rabu, 29 Oktober 2014, saya mengunjungi sahabat
lama saya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yakni seorang pelestari cerita
rakyat Kalimantan Tengah, Bapak Abdul Fatah Nahan (66 tahun), di rumah beliau,
Jalan Delima 15, RW V Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. Senang sekali beliau menyambut kedatangan saya, sebab sudah
lebih enam tahun tidak berjumpa. Semasa saya menjadi Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah
(2006—2008), beliau sering hadir untuk kerja sama kegiatan kesastraan Balai
Bahasa Provinsi Kalteng. Untuk mengingat kerja sama itu lebih jauh akan jasa
beliu dalam pelestarian Cerita Rakyat Kalteng, berikut diturunkan dua tulisan
tentang beliau, yang pertama dari mas Cyprianus Anto Saptowalyono, wartawan Kompas yang ketika saya menjabat sebagai
Plt Kepala Balai Bahasa Kalteng sering meliputi kegiatan yang saya lakukan, dan
tulisan Darmawati MR, staf Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah kala sayua
menjabat tersebut, sekarang Darmawati berpindah tugas ke Kantor Bahasa Provinsi
Gorontalo.
ABDUL FATTAH
NAHAN: PELESTARI CERITA RAKYAT KALTENG
Oleh C
Anto Saptowalyono
(Wartawan
Kompas)
Di toko buku mudah
dijumpai berbagai judul cerita rakyat dari Jawa, seperti Bawang Merah dan
Bawang Putih, Asal Mula Kota Banyuwangi, dan Sangkuriang. Namun, coba cari
buku cerita rakyat Kalimantan Tengah, sulit ditemukan. Gejala ini mengusik
Abdul Fattah Nahan, penulis cerita rakyat Kalteng.
Langkanya buku
cerita rakyat Kalteng bukan karena provinsi seluas hampir satu setengah kali
Pulau Jawa ini tidak mempunyai cerita rakyat. Justru sebaliknya, Kalteng kaya
dengan khazanah cerita rakyat. Persoalannya, cerita rakyat Kalteng lazimnya
diwariskan turun-temurun secara lisan, berwujud folklor dan belum dibukukan.
Cerita rakyat itu tersimpan dan tersebar dari generasi ke generasi
melalui penuturan lisan, tak terdokumentasikan dalam bentuk tulisan meski
pendokumentasian tertulis diyakinilebih aman dibandingkan dengan lewat
penuturan lisan yang dibatasi kekuatan ingatan.
Obsesi untuk
melestarikan folklor Kalteng agar tidak punahlah yang kemudian menggerakkan
jemari AF Nahan, demikian namanya disingkat, untuk mendokumentasikan cerita
rakyat Dayak di jantung Kalimantan ini. Pria yang dari kakek-neneknya mengalir
darah berbagai suku bangsa, yakni Mindanao, Ot Danum, Ma'anyan, China, Siang,
Bakumpai, dan Banjar ini, lalu dikenal sebagai penulis cerita rakyat Kalteng
yang paling produktif.
Buktinya, AF Nahan
sudah menulis folklor lebih dari 300 judul dalam bahasa Indonesia, 60 judul dalam
bahasa Dayak Ngaju, dan 20 judul dalam bahasa Dayak Ma'anyan. Tulisan folklor
tersebut banyak yang dimuat dalam media cetak Kalteng Pos, Media Kalteng, Dayak
Pos,Suara Kalteng, dan Palangka Pos. "Cerita yang
saya tulis ini belum seberapa dibanding banyaknya cerita rakyat di
Kalteng," kata AF Nahan yang ditemui di rumahnya, Jalan Melati Nomor 15,
Kompleks Perumahan Chusus Palangkaraya.
Toponimi
Penuturan AF Nahan
ditinjau dengan menggunakan pendekatan toponimi, cabang ilmu yang menyelidiki
nama tempat. Di Kalteng ada lebih dari 1.300 folklor yang mengisahkan asal mula
desa. Angka 1.300-an ini mengacu pada jumlah desa di Kalteng.
Ini baru kisah
mengenai asal mula desa, belum menyangkut legenda yang biasanya dipunyai
masing-masing desa. Artinya, pernyataan AF Nahan bahwa Kalteng kaya dengan
cerita rakyat memang memiliki landasan. Apalagi AF Nahan mendasarkan tulisan
cerita rakyatnya berangkat dari hasil pendokumentasian langsung di lapangan.
Ini terkait dengan riwayat pekerjaannya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kalteng (dulu Kantor Wilayah Departemen Pendidikan Nasional).
Tugas itu memberi
dia kesempatan mengunjungi daerah- daerah di pelosok Kalteng. Kesempatan itu
dia gunakan antara lain untuk mendata dan menyusun daftar inventaris benda
cagar budaya atau situs se-Kalteng.
Di tiap daerah yang
dikunjungi, dia mengumpulkan sebanyak mungkin data yang kelak menjadi bahan
cerita rakyat. AF Nahan merasa beruntung bisa melakukan hal itu karena
posisinya sebagai anggota staf khusus kepurbakalaan di kantor tersebut. "Banyak sumber
cerita rakyat yang saya tulis telah saya dengar dari tatum, sansana, tumetleot,
dan karungut. Keempatnya adalah sastra lisan dari subsuku Dayak Ot Danum,
Kapuas, Ma'anyan, dan Ngaju, yang ditampilkan dalam upacara terkaitdaur hidup
mulai kelahiran hingga kematian," cerita AF Nahan, yang termasuk tim
perekam sastra lisan tatum, proyek Sekretariat Daerah Kalteng ini.
Sesajian
Ada beberapa
pengalaman mistis atau tak terjangkau akal yang dilalui AF Nahan dalam tahap
pencarian sumber maupun penulisan materi cerita rakyat Kalteng. Dia pernah
harus menyediakan piduduk, yakni sesajian yang memungkinkan tetua dari suatu
daerah dapat kembali atau semacam menerawang pada suatu masa
berlangsungnya suatu kisah. Ini demi agar penuturan kembali cerita rakyat itu
mendekati bentuk yang asli. "Ini untuk
menjaga validitas kisah agar mendekati kenyataan, seperti dituturkan sejak
awal," katanya meyakinkan.
Terkait folklor
Dayak, AF Nahan juga meyakini bahwa tidak semua cerita itu bisa dituliskan. Ada
hal yang dapat dituliskan, tetapi ada pula hal yang tidak boleh dituliskan.
Karena itulah, ia berusaha agar penulisan cerita rakyat Kalteng dapat dikemas
dengan kalimat yang pas.
"Tulisan di komputer
bisa langsung hilang kalau saya menuliskan hal yang seharusnya tidak boleh
dituliskan, atau ketika saya menulis tidak seperti apa adanya. Dua-tiga kali
saya mengalami hal seperti itu," katanya.
Ditambah
kemampuannya membaca huruf Arab pegon yang dia pelajari sewaktu menuntut ilmu
di sekolah rakyat (sekolah dasar) hingga sekolah menengah atas, AF Nahan pun
mampu membaca tulisan yang tertera pada batu-batu, seperti di Kabupaten Murung
Raya. Semua informasi itu menjadi materi yang berharga dalam "proyek"
penulisan cerita rakyat Kalteng.
Telik Sandi
Pemahaman dan daya
jelajah AF Nahan ke berbagai pelosok Kalteng untuk pengumpulan bahan cerita
rakyat juga tidak lepas dari pengalamannya mengikuti pelatihan telik sandi
dan pertahanan wilayah tahun 1969. Momentum pada masa kerja itu termanfaatkan
dan tertuai hasilnya sejak tahun 1999 saat AF Nahan mulai intensif menuliskan cerita
rakyat.
Lewat pengalaman
telik sandi dan pertahanan, dia menguasai teknik bertanya, mendengarkan, dan
menangkap hal-hal yang penting dalam sebuah cerita. "Orang jadi mau
bertutur tentang berbagai cerita rakyat yang diketahuinya. Ini memudahkan saya
dalam mengumpulkan informasi."
Selain cerita
rakyat, AF Nahan juga banyak menulis tentang hal ihwal nilai tradisional Dayak,
semisal tentang upacara pernikahan adat, makanan tradisional, dan upacara
tiwah untuk mengantar roh leluhur. Dia juga pernah menyunting buku tentang
busana pengantin daerah Kalteng dan naskah kebudayaan daerah.
Belakangan, dia
mencoba membukukan semua cerita rakyat Kalteng yang selama ini telah dia tulis
dan kumpulkan. Untuk sementara, dia sudah merangkumnya dalam sebuah master
tulisan yang terdiri atas lima buku. Masing-masing buku berisi sekitar 40
cerita. "Selain yang
sudah saya kumpulkan dalam master tulisan, sebenarnya masih banyak cerita lepas
yang belum sempat saya bukukan," katanya.
Kegigihan AF Nahan
selama ini telah menghasilkan ratusan cerita rakyat yang telah
terdokumentasikan dalam bentuk tulisan. Sayangnya, dia tak punya cukup dana
atau sponsor yang mau menerbitkan cerita-cerita rakyat tersebut. Namun,
kesulitan itu tak menyurutkan tekadnya untuk terus berupaya menuliskan cerita
rakyat Kalteng. Bagaimanapun, kata AF Nahan, cerita rakyat itu harus
terdokumentasikan sebab di sini tersimpan petuah yang baik.
BIODATA
*Nama : Abdul Fattah Nahan
*Lahir: Banjarmasin, 7 April 1948
-Sekolah Rakyat Negeri Banjarmasin
-SMP Negeri Palangkaraya
-SMA Negeri Palangkaraya
-Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Universitas
Palangkaraya
*Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
*Istri : Karmela Ilyas (59)
*Anak:
-Fazia Apriani (31)
-Aisya Haryani (29)
-Muammar Fadhil (28)
-Raila Samaradziya (23)
*Penghargaan: Satyalencana Karya Setia 20 Tahun
Sumber: http://otomotif.kompas.com/read/2008/08/13/2154167/fatah.nahan.pelestari.cerita.rakyat.kalteng
ABDUL FATAH NAHAN
(Darmawati MR)
Abdul Fattah Nahan
adalah salah seorang sastrawan yang sangat memedulikan kelestarian sastra
daerah Kalimantan Tengah. Dia merupakan budayawan sekaligus penulis folklor. Di
tangan seorang Abdul Fattah Nahan, puluhan cerita rakyat berhasil diramu dan
dinaskahkan sehingga masyarakat tempat ia berkarya tidak kehilangan akar
budayanya. Abdul Fattah Nahan sering menggunakan nama Togog dalam beberapa
karyanya. Karyanya berbentuk esai, folklor dalam bahasa Dayak Ngaju, dan cerita
rakyat Kalimantan Tengah.
Di dalam tubuh anak
keempat dari 6 bersaudara itu mengalir darah berbagai suku bangsa
(Moro-Mindanau, Ot Danum, Siang, Bakumpai, Banjar, Maanyan dan Cina). Darah
Cina diperolehnya dari sang ayah, Jehudi Frans Nahan yang berdarah campuran
Cina-Dayak. Ketika menjadi muallaf, sang ayah yang lahir di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan pada tahun 1905 berganti nama menjadi Fakhruddin Nahan. Ayah
Abdul Fattah Nahan yang telah meninggal pada tahun 1980 merupakan lulusan
seminari dan semasa hidupnya bekerja sebagai guru sekolah rakyat. Ibu Abdul
Fattah Nahan yang lahir di Puruk Cahu, Kalimantan Tengah pada tahun 1930
bernama Hadriah Duraid. Sang ibu yang bersuku Dayak juga telah meninggal dunia
pada tahun 1967.
Pada tanggal 6
Oktober 1974 Abdul Fattah Nahan menikahi Karmela. Dari perempuan yang lahir di
Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah pada tanggal 25 Juli 1949 itu, Abdul Fattah
Nahan memperoleh empat orang anak, yaitu Fazia Apriyani, S.E.(lahir di
Palangkaraya, 29 April 1977), Aisha Haryani, S.Pd. (lahir di Palangkaraya, 6
Februari 1979), Muammar Fadhil, S.T.(lahir di Palangkaraya, 1 November 1980),
dan Raila Samadziya (lahir di Palangkaraya, 28 Februari 1985) Abdul Fattah Nahan menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar pada tahun 1960 di Banjarmasin. Pendidikan sekolah
menengah pertama diselesaikannya pada tahun 1964 di Palangkaraya. Setelah itu
ia memasuki sebuah sekolah menengah atas di Palangkaraya dan diselesaikannya
pada tahun 1967. Setamat SMA, Abdul Fattah Nahan melanjutkan pendidikannya di
Universitas Palangkaraya dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
tahun 1993. Pendidikan informal yang pernah diperoleh Abdul Fattah Nahan antara
lain Basic Course Intelligence (1969), Penataran Wartawan LKBN Antara (1975),
Penataran Kewartawanan (1977), Diklat Kesejarahan/ Kepurbakalaan (1980), dan
Bahasa Indonesia non Guru Bahasa (2000.
Abdul Fattah Nahan
memulai karirnya di Palangkaraya pada tahun 1968 sebagai Tata Usaha APDN, Guru
SPGN Palangkaraya sekaligus menjadi mandor bangunan. Kemudian pada tahun 1969,
Abdul Fattah Nahan beralih profesi menjadi teknisi listrik dan surveyor. Abdul
Fattah Nahan juga pernah menjadi koresponden LKBN Antara pada tahun 1975. Tahun
1978 Abdul Fattah Nahan memulai karirnya sebagai PNS di lingkungan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Tengah. Abdul Fattah Nahan juga
aktif di berbagai organisasi. Abdul Fattah Nahan muda merupakan aktivis
Himpunan Mahasiswa Islam (1968-1971). Ia pernah menjadi wakil ketua IV di DPC
APP-GMTPS kota Palangkaraya (1999-2006). Abdul Fattah Nahan juga tercatat
sebagai anggota KKB dari tahun 1968 sampai tahun 2007. Saat ini Abdul Fattah
Nahan menjabat sebagai ketua CENKAISCT (Central Kalimantan, Information for
Science, Cultural and Tourism), Sekretaris MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia)
Provinsi Kalteng, dan Anggota Komite Seni Sastra DKD (Dewan Kesenian Daerah)
Provinsi Kalimantan Tengah periode 2007-2011.
Abdul Fattah Nahan
pernah memperoleh penghargaan dari ITB (survey Listrik Micro-Hidro) pada tahun
1972. Dia juga pernah mendapatkan penghargaan dari Mendagri pada tahun 1982,
1997, dan 2002 sebagai ketua KPPS. Penghargaan dari Borneo Research Council diperolehnya pada tahun 1982 atas usahanya
mengamati naskah-naskah kuno. Pada tahun 2000 Abdul Fattah Nahan dianugerahi
penghargaan Satya Lencana karya Setia XX dari Presiden RI.
Abdul Fattah Nahan memulai karir
kepenulisanya sejak SMA. Motivasi Abdul Fattah Nahan ketika pertama kali
menulis sederhana, dia ingin mencoba kemampuan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar, mengukur keberhasilannya menyusun kata-kata dan membentuk kalimat
yang dapat dimengerti maksudnya oleh semua orang. Atas jerih payahnya yang
begitu besar terhadap cerita rakyat, Abdul Fattah Nahan pernah menjadi juara I
pada lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan oleh BKSNT Pontianak pada
tahun 2001.
Abdul Fattah Nahan
menguasai Bahasa Inggris secara aktif. Dia juga mampu memahami bahasa Belanda,
Arab dan Jerman secara fasif. Di samping unsur bahasa daerah (Dayak Ngaju,
Dayak Maanyan dan Banjar), Abdul Fattah Nahan seringkali menyisipkan istilah asing
(Bahasa Inggris dan Belanda) dalam beberapa karyanya. Istilah daerah yang dia
gunakan merupakan usahanya untuk melestarikan kelangsungan bahasa daerah. Abdul
Fattah Nahan juga merupakan pengalih aksara dari bahasa Arab ke bahasa Melayu.
Segmen pembaca karya-karya Abdul Fattah Nahan tidak terbatasi oleh usia.
Pensiunan PNS
lingkungan Depdikbud Provinsi Kalimantan Tengah itu telah menulis dan
menerjemahkan berbagai cerita rakyat daerah Kalimantan Tengah dari bahasa
daerah ke Bahasa Indonesia. Pada tahun 1966 karya Abdul Fattah Nahan mengenai
binatang- binatang yang dijumpai di hutan dimuat oleh majalah Teruna (PN Balai
Pustaka Jakarta). Tulisannya yang berjudul Satwa-Satwa
Pemberi Dahiang itu mengungkap pekikan binatang hutan yang dapat menjadi
pertanda bagi manusia.
Karya pertamanya
yang berupa legenda Tumanggung Juntum dan Balapah dimuat di majalah Senang pada
tahun 1982. Beberapa karyanya juga pernah dimuat di majalah Zenith, dan Intisari, namun karena saat
itu mesin tik dan fotokopi belum begitu populer, banyak karyanya yang tidak
sempat ia arsipkan. Setelah tahun 1999 Ia berusaha mengarsipkan dan mendata
karyanya untuk dikirimkan ke Borneo
Research Council di Serawak (Malaysia Timur) sebagai syarat mengikuti
penghargaan tahunan tingkat ASEAN. Hal itu dilakukannya karena Abdul Fattah
Nahan melihat tidak adanya upaya penghargaan kesastraan di dalam negeri
sendiri. Tulisannya telah mencapai ratusan menyangkut adat istiadat, folklor
dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Dayak Ngaju) yang dimuat dalam koran
lokal Kalteng Pos, Media Kalteng, Suara
Kalteng, Palangka Pos dan Dayak Pos.
Tulisan Abdul Fatah Nahan juga berupa catatan sejarah dan pariwisata daerah
serta lingkungan hidup (dalam tim). Terdapat kurang lebih 15 judul yang belum
sempat teridentifikasi. Tahun 2007 Abdul Fattah Nahan menggarap 3 buah buku
tentang adat istiadat, biografi tokoh dan sejarah.
Beberapa karya Abdul Fattah Nahan yang telah dibukukan
dan dipublikasikan di antaranya:
- Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Tengah
(Depdikbud, 2002),
- Cerita Rakyat Daerah Kabupaten
Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (Depdikbud,
2002),
- Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Tengah
(Dinas Persenibud Kota Palangkaraya, 2004), dan
- Cerita Rakyat Daerah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pulang Pisau, 2006).
Menurut Abdul Fatah
Nahan, sastra Indonesia saat ini sudah semakin maju, sayangnya penghargaan di
bidang kesusastraan masih sangat sedikit. Dia sangat mengharapkan pemerintah
daerah turut memerhatikan kelangsungan dan kelestarian sastra daerah, misalnya
dalam bentuk penghargaan yang sesuai, baik berupa bantuan peralatan (seperti
komputer) maupun dukungan atas upaya penyebarluasan dan pencatatan karya sastra
daerah. “Yah, ibarat perhatian seorang ayah kepada anaknya”, kelakarnya. Satu
hal lagi Abdul Fattah Nahan juga mengeluhkan selama bergelut sebagai penulis
cerita rakyat kerap terjadi pembajakan atas karya-karya oleh beberapa pihak.
(Darmawati M.R., staf Balai Bahasa Provinsi Kalimantan
Tengah, 2006—2009, lalu mulai tahun 2010 berpindah tugas ke Kantor Bahasa
Provinsi Gorontalo, tulisan di atas sebagai bahan penulisan Ensiklopedia Sastra Kalimantan Tengah,
dan dimuat di laman Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah yang saya rintis,
dan beberapa tahun kemudian laman tersebut mati)
Alhamdulillah, semoga sastra Kalteng terus berkembang dan tokoh tokoh seperti Pak Fatah Nahan terus bermunculan. Salut Pak.
ReplyDeleteYa. silakan
Delete