Thursday 14 October 2010

Cupu Manik Hastha Gina

 










CUPU MANIK HASTHA GINA

Inilah rahasia ilmu Cupu Manik Hastha Gina
Sabda wejangan Batara Surya kepada kekasih tercinta
Dewi Windardi tatkala di pagi sedang bermandi cahaya
di sebuah pedepokan Grastina lereng Gunung Sekendra
meski sang dewi telah menjadi istri sah Resi Gotama
meski dia telah beranak Anjani, Guwarsi, dan Guwarsa
tetap Batara Surya memberinya Cupu Manik Hastha Gina
ilmu laku bagi siapa pun yang bersedia menerima
agar hidup manusia sempurna dan bahagia adanya.

Bagaimana wujud fisik Cupu Manik Hashta Gina
wadah berbentuk bundar berukuran kecil saja
semacam bentuk tropi atau piala,
terbuat dari emas berlian permata,
tampak indah dan menarik bagi siapa yang melihatnya.

Apa makna kata-kata Cupu Manik Hashta Gina
Kata cupu artinya cepu atau cembul nama lainnya
sebagai tempat tembakau, kinang, gambir, dan sebagainya.
Kata manik artinya emas berlian permata,
lambang suatu hal yang indah, anggun, dan jelita.
Hastha Gina adalah delapan hal yang dapat berguna,
delapan hal yang berkaitan dengan hidup manusia di dunia:
ialah wanita, garwa, wisma, turangga,
curiga, kukila, waranggana, dan pradangga.

Pertama, gina wanita sebagai wanodya kang puspita
wanita hadir di tengah kita laksana sekuntum bunga
tersembul sedap mewangi menyebar merata
wanita nan jelita tamsil keindahan yang tiada tara
kejelitaan wanita bukan semata tampak pada wujud rupa
melainkan juga hati, jiwa, perilaku, dan budi bahasa
keindahan wanita sempurna simbol cita-cita manusia
setiap manusia tentu bercita-cita luhur dan mulia
laksana seorang lelaki meraih wanita nan cantik jelita
pujaan hati sepanjang masa hingga menjadi istrinya
cita-cita luhur nan mulia mendorong manusia untuk berusaha,
berkarya, bekerja, dan berdoa dengan sekuat tenaga
tanpa mengenal kata lelah, menyerah, dan putus asa
demi tercapainya cita-cita luhur dan mulia.
Wanodya kang puspita disebut juga sang juwita
jarwa dosok dari frasa sarju wani ing tata, maknanya:
senantiasa berani membela kebenaran dan pantang putus asa.

Kedua, gina garwa sebagai sigaraning nyawa
pasangan hidup kita adalah belahan jiwa
Setiap suami adalah belahan jiwa istrinya
dan setiap istri juga belahan jiwa suaminya
Suami-istri adalah satu jiwa dua raga
Jadi, sesungguhnya hidup itu satu tiada duanya
Oleh karenanya hidup di dunia harus dapat bersatu jua
jangan sampai bercerai-berai di antara kita
bermusuhan dan bertikai tentu tiada berguna
coba contohlah hidup sepasang burung dara
ke mana saja mereka perginya tetap berdua
rukun damai dan saling kasih di antara mereka
bagai sepasang suami-istri setia sepanjang masa.

Ketiga, gina wisma sebagai tempat berlindung keluarga
Setiap manusia tentu memerlukan rumah, griya, atau wisma
tempat berlindung dari terik matahari, basah hujan, dan juga
terbebas dinginnya udara malam agar tetap sehat untuk berkarya.
Rumah juga dipakai sebagai tempat menyimpan segala harta
sebagai sarana untuk memenuhi keperluan hidup di dunia
sebagai tempat tinggal keluarga harus diatur sedemikian rupa
agar penghuninya merasa jenak, tentram, tenang, dan bahagia
cobalah teladani watak rumah yang mau menerima siapa saja
tidak membeda-bedakan derajat, golongan, dan suku bangsa
tetap memberi perlindungan siapa saja yang berlindung padanya.

Keempat, gina turangga sebagai tetumpakaning perang para punggawa
Kuda tunggangan perang para bala tentara sungguh lincah dan perkasa
mampu berlari kencang, meloncat, dan berguling-guling juga
dapat pelan santai dan mengamuk menerjang apa-apa yang ada di muka
tiada menolak sesuai dengan perintah dari si penunggang kuda.
Sebagaimana halnya pada diri manusia
hendaknya mampu mengendalikan empat kuda nafsunya
kuda hitam si Lauwamah yang tangguh gagah perkasa
jangan sampai malas-malas bekerja dan berdoa
kuda merah si Amarah yang suka emosional saja
jangan sampai marahnya merajalela ke mana-mana
kuda kuning si Sufiah yang suka keinginannya terlaksana
jangan sampai mempan tergiur bujuk rayu dua saudaranya
yang membawanya ke tindak angkara, dengki, tamak, dan loba
ajaklah serta kuda putih si Mutmainah yang suka berbagi bahagia
merasakan hidup tenang, tentram, damai, kasih, dan sejahtera.
Jadi, kuda-kuda nafsu manusia hendaklah mampu dikelola
jangan dibiarkan liar sehingga banyak menimbulkan bencana.

Kelima, gina curiga sebagai senjata membela harkat manusia
Keris atau curiga jarwadosoknya adalah curi dan raga
batu curi adalah batu runcing yang berbahaya bagi raga
bergantung pada siapa yang menggunakan senjata
untuk bela diri atau kejahatan angkara murka semata
dahulu senjata keris digunakan oleh ksatria dan raja-raja
senantiasa buat menjaga harga diri sebagai tanda perkasa
kini keris dipakai sebagai tamsil insan cerdas cendekia
mampu mengasah perasaan dan pikiran atau logika
membuat keputusan cerdas, tepat, dan berguna
sehingga terhindar dari tipu muslihat sesamanya.

Keenam, gina kukila sebagai burung peliharaan manusia
burung perkutut yang bersuara merdu enak didengar telinga
dapat menambah suasana semakin indah dan penuh pesona
sehingga penghuninya gembira ria sepanjang hidup di dunia
oleh karena manusia hendaknya meneladan sang kukila
memberi suaranya yang enak didengar telinga siapa saja
menyingkiri kata-kata pedas dan menyakitkan lawan bicara
santun dalam berbicara dapat menunjukan budi bahasa mulia
cermin manusia yang beradab, bermartabat, dan bersusila.

Ketujuh, gina waranggana sebagai penghibur di kala duka lara
sehari-hari disebut rongeng atau doger nama lain waranggana 
adalah penari dan penyanyi di arena panggung terbuka
pengiring dan penontonnya berada di sekeliling arena
seorang penonton ketiban sampur harus menari bersama
dan harus dapat mengimbangi menari waranggana
agar perhatian penari dan penonton tetap tertuju padanya
sebab di sekeliling mereka banyak penonton yang menggoda
agar perhatian waranggana beralih kepada mereka.
Hal ini sebagai simbol perilaku perjalanan hidup manusia
bahwa di dunia ini banyak godaan yang menyertainya
dari berwujud kasat mata, seperti harta, tahta, dan wanita
juga watak ego mengutamakan kuma adigang adigung adiguna
keluh-kesah, menyalahkan siapa saja setiap hari tiada hentinya
hingga goda gawat yang tidak tampak kelihatan mata
oleh karena kita harus senantiasa sadar dan waspada
agar selamat hidup kita dari pondok dunia hinga ke surga.

Kedelapan, gina pradangga sebagai keselarasan hidup di dunia
keselarasan suara gamelan dapat diatur sedemikian rupa
sehingga menjadi sebuah pertunjukan yang titi laras suaranya
mengumandang nikmat enak di dengar oleh telinga siapa saja
demikian halnya dengan ribuan bahkan berjuta-juta manusia
hendaknya dapat memadukan agar laras dan tidak sumbang semata
tidak berbuat seenaknya tanpa mengindahkan peraturan yang ada
udang-undang negara, hukum adat, dan juga peraturan agama
harus dijaga dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna
agar setiap manusia hidupnya berguna dan bahagia.

Bekasi, 14 Oktober 2010

No comments:

Post a Comment

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan