Sunday 17 July 2011

Hastha Sila


HASTHA SILA SUMBER KEARIFAN
PEMBENTUKAN PEKERTI BANGSA

Hastha sila adalah ajaran delapan macam watak utama
yang memumpunkan panembah batin, hati dan cipta,
kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang perlu sekali dilaksanakan dalam setiap harinya.

Hastha sila terdiri atas trisila dan pancasila
Trisila merupakan panembah batin secara vertikal, kepada Allah Ta’ala
Pancasila merupakan penembah batin secara horizontal, sesama
Trisila terdiri atas Sadar, Percaya, dan Takwa
Pancasila terdiri atas Rela, Narima, Sabar, Jujur, dan Budi Mulia.

Apabila ajaran tentang  hastha sila
dapat dilaksanakan secara baik oleh setiap manusia
bukan hanya oleh orang Jawa
yang mengenal bahasa, sastra, dan budaya Jawa,
melainkan juga oleh semua insan atau semua umat di dunia,
tentu dapat sebagai sumber kearifan dalam pembentukan jiwa,
watak, karakter, atau pekerti bangsa, bahkan umat di dunia.

Sejatinya hastha sila merupakan hati semua agama
atau inti sari ajaran yang tersimpan di dalam kitab suci Sabda Allah Ta’ala
tentunya hastha sila dapat dilaksanakan oleh siapa saja
yang berhasrat mencapai kesunyataan hidup sejahtera dan bahagia,
baik ketika masih hidup di dunia mapun hingga nanti hidup di alam baka.

Sekalipun ajaran tentang hastha sila
itu tampak sangat bersahaja,
tidak dihiasi dengan berbagai kata-kata
yang muluk-muluk dan pelik-pelik yang membingungkan kita,
tidak berliku-liku jalannya,
dan tidak memakai syarat yang aneh-aneh jua;
sesungguhnya ajaran yang tersimpan dalam hastha sila
itu dapat diibaratkan sebagai minuman jamu yang pahit rasanya,
yang hanya dapat diminum oleh mereka yang teguh budinya
dan yang percaya bahwa jamu itu dapat meyembuhkan penyakitnya.

Oleh karena itu, mudah dan sukarnya
setiap orang menetapi makna ajaran hastha sila
itu hanya sangat bergantung pada orang yang menjalaninya,
apakah berdasarkan keteguhan hati ataukah hanya seenaknya saja.

Bekasi, 17 Juli 2011

(Abstrak kandidat makalah Kongres Bahasa Jawa V, Surabaya, 27—30 November 2011)

Trisila

Trisila ialah tiga macam panembah hati dan cipta
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Trisila juga merupakan Kesanggupan Besar para hamba
yang sangat perlu sekali wajib dan harus dilaksanakan setiap harinya,
yakni Eling (Sadar), Pracaya (Percaya, Iman), dan Mituhu (Takwa)
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kesanggupan besar para hamba itu sesungguhnya
telah diprasetiakan oleh Roh Suci (Jiwa sejatinya manusia)
ketika hendak diturunkan hidup ke alam dunia.
Hal itu secara jelas dinyatakan dalam Sasangka Jati, begini bunyinya:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kesanggupan besar tiga perkara
itu telah engkau sanggupi, ketika engkau hendak diturunkan ke alam dunia.”

Kesanggupan hamba untuk melaksanakan panembah batin trisila
sesungguhnya telah termuat sekaligus dalam makna:
Paugeran Tuhan kepada hamba.
Hal itu secara jelas dinyatakan dalam Sasangka Jati, bab Dalan Rahayu jua
“oleh sebab Paugeran tersebut mengandung maksud pula
akan kesanggupan besar tiga perkara, trisila
yang disucikan dengan perilaku baik lima perkara
seperti yang sudah Aku sabdakan dalam ajaran Hastha Sila,
yakni bagian Trisila dan Pancasila.”

Paugeran Tuhan kepada hamba
inilah merupakan perjanjian agung antara Tuhan dan hamba,
yang telah diprasetiakan oleh Roh Suci, ketika
hendak diturunkan ke alam dunia,
hal ini menjadi kesaksian, bahwa dari awal (sebelum lahir ke dunia)
hingga akhir (ajal kematian meninggalkan dunia)
kita tetap (tidak berubah berganti) bahwa:

Suksma Kawekas adalah tetap menjadi
sembahan hamba yang sejati,
adapun Suksma Sejati
adalah tetap menjadi Utusan Tuhan Sejati,
serta menjadi Penuntun dan Guru hamba yang sejati.

Hanya Suksma Kawekas pribadi
yang menguasai semesta alam seisinya,
hanya Suksma Sejati pribadi
yang menuntun para hamba semua.

Semua kekuasaan
ialah kekuasaan Suksma Kawekas,
ada pada Suksma Sejati,
adapun hamba
ada di dalam kekuasaan Suksma Sejati.

Oleh karena itu, wahai semu insani
setiap hamba janganlah sampai
melupakan prasetia suci
yang telah dikrarkan sejati
sampai kapan pun nanti,
harus dan harus senantiasa hidup di dalam batin hati
yakni jiwa insani, di pusat hati sanubari yang suci.

Apabila Paugeran Tuhan kepada hamba ini
sudah senantiasa dapat hidup di dalam batin setiap insani,
dapat menjadi tali yang kukuh terkendali,
yang menghubungkan hamba dengan Ilahi,
dan dapat menjadi jalan mengalirnya daya kekuatan Ilahi,
yang dihantarkan oleh Sang Guru Sejati
sampai ke pusat hati sanubari.

Paugeran Tuhan kepada hamba
haruslah menjadi pedoman (kompas) yang nyata
yang dipegang teguh oleh hamba di alam apa saja,
baik di alam dunia, alam kafiruna, maupun alam baka.

Seandainya ada seorang hamba
terjerumus masuk ke alam kafiruna,
maka yang akan dapat menolong hamba
terentas (agar dapat keluar) dari alam kafiruna,
tidak ada lain kecuali hanya Paugeran Tuhan kepada hamba.

Oleh karena itu, hai para manusia
Peugeran Tuhan kepada hamba
bermanfaat sekali untuk menolong jiwa manusia
jiwa manusia yang silap akan maya pesona dunia
agar kembali sadar akan kebulatan tekadnya
yang telah menjadi keyakinan jiwanya.

Jadi, kesanggupan besar trsila
yang sudah terkandung dalam makna
Paugeran Tuhan kepada hamba
itu sudah harus dijiwai dan diresapkan hingga
ke dalam pusat hati sanubari manusia
sehingga menjadi dasar panembah yang benar dan nyata.

Bekasi, 8 Juli 2011

(Pengisian Olah Rasa Cabang Rangkasbitung, Minggu, 10 Juli 2011)

No comments:

Post a Comment

Pertemuan 15 Teori Sastra Tempatan